Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - FRANKFURT. CureVac, perusahaan biotek asal Jerman, menargetkan, bisa memiliki vaksin eksperimental virus corona baru yang siap pada Juni atau Juli. Kemudian, mencari lampu hijau dari regulator untuk pengujian pada manusia.
Jika berhasil dalam uji klinis, CureVac akan siap untuk memproduksi hingga 10 juta dosis dalam satu siklus produksi yang biasanya berlangsung beberapa minggu. Sebab, butuh lebih dari satu dosis untuk mengimunisasi seseorang.
"Produksi bisa naik hingga satu miliar dosis dalam satu siklus produksi tunggal," kata Chief Production Officer CureVac Florian von der Muelbe di sebuah pabrik baru yang sedang perusahaan ini bangun dengan dukungan keuangan dari Uni Eropa seperti dikutip Reuters.
Baca Juga: CureVac bantah dapat tawaran dari Trump untuk produksi vaksin hanya buat AS
CureVac saat ini ada di pusat perselisihan atas dugaan upaya Amerika Serikat (AS) untuk memperoleh vaksin virus corona baru yang mereka kembangkan. Tapi, mereka membantah telah mendapat tawaran dari negeri uak Sam.
"Tidak ada dan tidak ada tawaran dari AS, baik yang berkenaan dengan pengambilalihan perusahaan maupun pembuatan slot produksi secara eksklusif," kata Pejabat Sementara CEO CureVac Franz-Werner Haas kepada wartawan dalam telekonferensi seperti dilansir Reuters.
Para pemimpin Uni Eropa akan membahas melalui konferensi video, bagaimana mencegah pengambilalihan AS atas perusahaan-perusahaan riset yang berbasis di Eropa yang ada di garis depan dalam pengembangan obat-obatan dan vaksin terhadap virus corona.
Baca Juga: Trump bujuk perusahaan Jerman untuk produksi vaksin hanya untuk AS, Berlin berang!
Media melaporkan, Washington telah mencoba untuk mendapatkan akses ke vaksin tersebut yang menimbulkan reaksi politik di Jerman, dengan Menteri Ekonomi Peter Altmaier dan Menteri Dalam Negeri Horst Seehofer menyuarakan dukungan untuk menjaga CureVac.
Tawaran pembukaan AS pertama kali koran Welt am Sonntag laporkan dan Reuters mengonfirmasi ke sumber-sumber Pemerintah Jerman. Namun, Duta Besar AS untuk Jerman Richard Grenell mengatakan di akun Twitter, laporan surat kabar Jerman tersebut salah.