Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Harga dua jenis rare earth (logam tanah jarang) penting untuk magnet super-kuat melonjak ke level tertinggi dalam lebih dari dua tahun.
Lonjakan ini terjadi setelah perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) MP Materials menghentikan pengiriman bahan baku ke produsen magnet terbesar dunia di China, di tengah meningkatnya permintaan global.
Baca Juga: Trump Ancam Tarif 200% Jika China Tak Tambah Pasokan Magnet Rare Earth ke AS
China masih mendominasi rantai pasok global rare earth, dengan menguasai sekitar 90% kapasitas pemurnian dan 70% produksi tambang.
Namun, AS berusaha mengurangi ketergantungan dengan meneken kesepakatan bersama MP Materials pada Juli lalu agar hasil produksinya diproses di dalam negeri.
Menurut konsultan Adamas, selama tiga tahun terakhir, pasokan MP menyumbang 7%–9% dari total produksi oksida rare earth China, khususnya neodymium dan praseodymium (NdPr).
Kedua mineral ini krusial sebagai bahan baku magnet untuk kendaraan listrik (EV), turbin angin, hingga perlengkapan pertahanan.
“Pengiriman MP merupakan bagian penting dari suplai oksida NdPr untuk pabrik-pabrik di China, sehingga penghentian ekspor ini meninggalkan kekosongan besar,” ujar Ryan Castilloux, Managing Director Adamas pada Selasa (26/8/2025).
Baca Juga: China Batasi Ekspor Rare Earth, Industri Otomotif Global Tersendat
Harga oksida NdPr di China, yang menjadi tolok ukur pasar, melonjak 40% sejak awal Juli menjadi 632.000 yuan per ton (sekitar US$88 per kg). Level ini merupakan yang tertinggi sejak Maret 2023.
Kenaikan harga ini diperkirakan akan mendorong prospek investasi tambang rare earth di luar China, seiring upaya negara Barat untuk mengurangi ketergantungan pada Beijing.
Dorongan ini semakin mendesak setelah China membatasi ekspor sejak April lalu, yang bahkan sempat memaksa sejumlah pabrik otomotif berhenti beroperasi.
Sebagai bagian dari kesepakatan dengan pemerintah AS, MP Materials kini dilarang mengirim NdPr ke China.
Pemerintah AS juga memberikan dukungan harga dengan acuan US$110 per kg, hampir dua kali lipat dari harga pasar China saat itu.
MP sendiri sudah sempat menghentikan ekspor ke China sejak April akibat tarif tinggi. Namun, kekurangan pasokan kala itu tertutupi oleh lemahnya permintaan magnet karena pembatasan ekspor China.
Baca Juga: China Batasi Ekspor Rare Earth, Industri Otomotif Global Tersendat
Data menunjukkan pasokan bijih rare earth AS ke China anjlok pada Mei dan nol pada Juni, sebelum kembali naik bulan lalu kemungkinan dari pengiriman terakhir MP.
Sementara itu, ekspor magnet rare earth China justru kembali naik dan mencapai level tertinggi dalam enam bulan pada Juli.
Setelah Beijing melonggarkan kontrol ekspor menyusul serangkaian kesepakatan dengan AS dan Eropa.
Musim Puncak Permintaan
Harga NdPr sebelumnya sempat tertekan akibat kelebihan pasokan, bahkan pada Maret 2023 turun hingga 345.000 yuan per ton terlemah sejak 2020. Namun, lonjakan terbaru juga ditopang oleh pemulihan permintaan.
“China sedang berada di musim puncak produksi kendaraan listrik, turbin angin, dan elektronik konsumen. Siklus peningkatan permintaan ini menambah tekanan pada pasokan NdPr yang tersedia,” kata Neha Mukherjee, Research Manager Benchmark Mineral Intelligence.
Baca Juga: China dan Uni Eropa Capai Kemajuan dalam Perdagangan, Ekspor Rare Earth Jadi Fokus
Selain itu, ketidakpastian terkait kuota penambangan dan peleburan rare earth China tahun ini yang diumumkan tanpa pernyataan resmi ikut menopang harga.
Castilloux memperkirakan, output rare earth China hanya naik sekitar 5% tahun ini, sementara permintaan tumbuh sekitar 10%.
Namun, keberlanjutan reli harga masih bergantung pada daya serap produsen magnet.
“Produsen NdPr tentu lega karena harga keluar dari level merugi, tapi pertanyaannya apakah margin pabrikan magnet cukup kuat untuk terus menanggung harga bahan baku yang lebih tinggi,” ujar Ellie Saklatvala, Head of Metal Pricing Argus.