kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.407.000   24.000   1,01%
  • USD/IDR 16.599   -8,00   -0,05%
  • IDX 8.126   74,55   0,93%
  • KOMPAS100 1.121   15,16   1,37%
  • LQ45 780   8,00   1,04%
  • ISSI 292   2,87   0,99%
  • IDX30 407   3,03   0,75%
  • IDXHIDIV20 456   1,98   0,44%
  • IDX80 123   1,45   1,19%
  • IDXV30 132   1,56   1,20%
  • IDXQ30 128   0,65   0,51%

IMF: AS dan China Tetap Komit Dukung Upaya Global Atasi Krisis Utang


Kamis, 16 Oktober 2025 / 09:30 WIB
IMF: AS dan China Tetap Komit Dukung Upaya Global Atasi Krisis Utang
ILUSTRASI. International Monetary Fund (IMF) logo is seen outside the headquarters building in Washington, U.S., as IMF Managing Director Christine Lagarde meets with Argentine Treasury Minister Nicolas Dujovne September 4, 2018. REUTERS/Yuri Gripas/File Photo


Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Pejabat tinggi Amerika Serikat dan China menghadiri pertemuan Global Sovereign Debt Roundtable (GSDR) pada Rabu (15/10/2025), dengan salah satu topik utama membahas minimnya transparansi pinjaman bank komersial yang selama ini menghambat proses restrukturisasi utang negara berkembang.

Pertemuan yang digelar di sela pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia itu menghasilkan laporan kemajuan bersama yang diterbitkan oleh IMF, Bank Dunia, dan Presidensi G20 saat ini, Afrika Selatan.

Laporan tersebut menyerukan perlunya upaya berkelanjutan untuk mengatasi kerentanan utang global, terutama di negara-negara berpendapatan rendah.

Baca Juga: IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2025 Jadi 4,9%, Ini Sebabnya

Menurut laporan itu, tingkat utang di negara berpenghasilan rendah dan ekonomi berkembang memang mulai stabil, namun masih lebih tinggi dibanding periode sebelum pandemi COVID-19.

Sejumlah negara menghadapi beban pembayaran utang (debt service) yang berat, sehingga mengorbankan alokasi belanja untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

“Perubahan kebijakan global dan pemotongan bantuan luar negeri turut memperberat tantangan,” tulis laporan itu, sambil menekankan pentingnya reformasi domestik di negara debitur untuk mendorong pertumbuhan dan mengelola risiko utang dalam negeri yang meningkat.

IMF Soroti Pentingnya Transparansi

Kepala Strategi IMF Ceyla Pazarbasioglu mengatakan bahwa keberlanjutan partisipasi AS dan China dalam forum tersebut, meski keduanya tengah terlibat perang dagang menunjukkan komitmen bersama untuk menangani lonjakan utang di negara berkembang.

“Diskusi ini penting untuk menyatukan pandangan semua pihak,” kata Pazarbasioglu. “Fakta bahwa Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan perwakilan China hadir menunjukkan bahwa kedua negara masih berkomitmen pada agenda ini.”

Baca Juga: IMF Ingatkan Bahaya Doom Loop Fiskal, Apa Maksudnya?

Pazarbasioglu menambahkan, forum tersebut telah membantu mempercepat restrukturisasi utang resmi dan obligasi, meski masih banyak pekerjaan terkait utang non-obligasi (non-bonded debt), termasuk pinjaman dari bank komersial yang sering tidak transparan.

“Utang non-obligasi saat ini menjadi titik lemah,” ujarnya. “Sejumlah negara sudah menjalani restrukturisasi, namun masih terjebak dalam eksposur perbankan yang membuat lembaga pemeringkat belum bisa menghapus status gagal bayar mereka.”

Menurut IMF, transparansi data pinjaman menjadi kunci agar negara-negara berisiko dapat kembali mengakses pembiayaan berbiaya rendah.

IMF menyoroti kasus Ghana, Sri Lanka, Zambia, dan Suriname sebagai contoh negara yang menghadapi tantangan serupa.

Baca Juga: Utang Pemerintah Global Diprediksi Sentuh 100% dari PDB Dunia pada 2029

Dukungan untuk Digitalisasi dan Standar Baru

Laporan tersebut juga mencatat adanya dukungan luas untuk publikasi lebih awal dan komprehensif atas ketentuan restrukturisasi utang oleh komite kreditur resmi, termasuk pengungkapan tingkat pengurangan nilai bersih (net present value reduction).

Selain itu, para peserta mendukung perluasan program Debt Data Sharing Exercise milik Bank Dunia ke seluruh kreditur G20, yang bertujuan menyinkronkan data antara debitur dan kreditur.

Banyak peserta juga menunjukkan minat kuat terhadap rencana platform digital yang diusulkan Bank Dunia untuk otomatisasi rekonsiliasi data pinjaman, dengan uji coba awal telah dilakukan bersama Indonesia.

Para negosiator G20 disebut tengah memfinalisasi deklarasi bersama terkait isu utang yang diharapkan dapat diumumkan pada Kamis.

Baca Juga: IMF Revisi Naik Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Jadi 4,9% pada 2025

Utang Global di Rekor Tertinggi

Pazarbasioglu menambahkan, meski utang global kini berada di level tertinggi sepanjang sejarah, sejumlah pasar berkembang telah berhasil menurunkan rasio utang terhadap PDB.

Namun, banyak dari mereka masih menghadapi beban pembayaran utang yang tinggi dan kesulitan mengakses pasar modal internasional.

“Masalah utama saat ini bukan solvabilitas, melainkan likuiditas,” katanya.

Para ahli utang menilai biaya pinjaman yang tinggi di pasar global telah menyingkirkan negara-negara berisiko dari akses pendanaan.

Akibatnya, banyak pemerintah beralih ke pinjaman bilateral atau komersial dengan syarat dan ketentuan yang tidak terbuka untuk publik.

Baca Juga: IMF Bandingkan Boom AI dengan Gelembung Internet 1990-an, Apa Bedanya?

“Kurangnya transparansi ini sangat memperumit proses restrukturisasi,” kata José Viñals, mantan Chairman Standard Chartered dan salah satu kreditur sektor swasta yang ikut dalam forum bersama BlackRock.

Ia menambahkan, inisiatif seperti London Coalition on Sustainable Sovereign Debt yang diluncurkan Inggris pada Juni lalu dapat membantu memperjelas kontrak pinjaman, menyesuaikan klausul terkait bencana alam, serta memperbaiki praktik pinjaman kolektif.

Hampir semua kontrak utang dan obligasi internasional di pasar negara berkembang masih menggunakan hukum Inggris dan New York sebagai yurisdiksi utama.

Selanjutnya: Tuntaskan Akuisisi Multi Makmur (PIPA), Morris Capital Indonesia Gelar Tender Wajib

Menarik Dibaca: Bergerak Fluktuatif, IHSG Naik 0,5% Pada Perdagangan Kamis Pagi (16/10)


Video Terkait



TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×