Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana Moneter Internasional (IMF) pada Jumat menyerukan negara-negara di Asia untuk menurunkan hambatan non-tarif dan memperdalam integrasi perdagangan regional guna mengurangi kerentanan kawasan terhadap tarif impor Amerika Serikat dan guncangan keuangan global.
Dalam laporan tinjauan ekonomi regional Asia, IMF menekankan bahwa perdagangan telah menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi Asia selama beberapa dekade terakhir.
Namun, ketergantungan pada rantai pasok global yang berpusat di Tiongkok membuat kawasan ini sangat rentan terhadap ketegangan dagang AS–Tiongkok dan kebijakan tarif yang diterapkan oleh Presiden Donald Trump.
Baca Juga: Negara dengan Utang Terbesar ke IMF: Argentina di Puncak, Diikuti Ukraina dan Mesir
IMF mencatat, friksi perdagangan dengan AS serta lonjakan investasi di sektor kecerdasan buatan (AI) justru telah mendorong peningkatan perdagangan intra-regional di Asia.
“Jika Asia lebih terintegrasi di dalam kawasan, hal itu sendiri akan menjadi penyangga terhadap guncangan eksternal,” ujar Krishna Srinivasan, Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF, dalam wawancaranya dengan Reuters.
Dominasi Perdagangan Barang Antara dan Ketergantungan pada Pasar Barat
Srinivasan menjelaskan bahwa sekitar 60% dari total ekspor Asia merupakan perdagangan barang antara (intermediate goods) yang dilakukan antarnegara di kawasan. Namun, hanya 30% ekspor barang jadi (final goods) yang ditujukan ke pasar Asia sendiri.
“Angka ini menunjukkan bahwa Asia masih sangat bergantung pada pasar Amerika Serikat dan Eropa,” kata Srinivasan.
IMF Dorong Kesepakatan Dagang Multilateral ala Uni Eropa
IMF menilai Asia akan memperoleh manfaat besar jika beralih dari perjanjian dagang bilateral menuju perjanjian perdagangan multilateral yang lebih luas, seperti model Uni Eropa (UE).
Fokus pada perjanjian bilateral saat ini justru menciptakan tumpang tindih aturan dan standar yang tidak konsisten, yang pada akhirnya menambah biaya dan ketidakpastian bagi pelaku usaha.
Baca Juga: AS Desak IMF dan Bank Dunia Bersikap Lebih Keras terhadap Praktik Ekonomi China
Selain itu, hambatan non-tarif—yang meningkat selama pandemi COVID-19 dan masih meluas di banyak negara Asia—perlu segera dikurangi. IMF menyebut, penurunan hambatan tersebut dapat memberikan manfaat ekonomi yang signifikan, termasuk efisiensi rantai pasok dan penurunan biaya ekspor.
Beberapa negara bahkan telah secara sukarela mengurangi hambatan non-tarif sebagai bagian dari negosiasi dagang dengan AS. “Itu adalah tren yang sangat positif,” ujar Srinivasan.
Potensi Kenaikan PDB Hingga 4% di ASEAN
Menurut perkiraan IMF, integrasi perdagangan regional yang lebih kuat dapat meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) kawasan Asia hingga 1,4% dalam jangka menengah, sementara bagi negara-negara ASEAN pertumbuhan dapat melonjak hingga 4%.
“Ada sisi positifnya—beberapa negara yang sebelumnya memang harus melakukan liberalisasi kini benar-benar melakukannya,” tambah Srinivasan.
Proyeksi Ekonomi Asia: Tumbuh 4,5% di 2025, Melambat di 2026
Dalam laporannya, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Asia sebesar 4,5% pada 2025, sedikit melambat dari 4,6% pada 2024, namun naik 0,6 poin persentase dibandingkan perkiraan pada April.
Baca Juga: IMF Naikkan Proyeksi Ekonomi Asia, Tapi Waspadai Risiko Perdagangan dan Geopolitik
Peningkatan tersebut didorong oleh ekspor yang kuat, sebagian karena percepatan pengiriman barang (front-loading) menjelang penerapan tarif baru AS.
Namun, pada 2026, pertumbuhan diperkirakan akan melambat menjadi 4,1%, tertekan oleh ketegangan perdagangan yang berlanjut, melemahnya permintaan di Tiongkok, dan lesunya konsumsi swasta di negara-negara berkembang Asia.
“Ketidakpastian kebijakan perdagangan memang sedikit menurun dibandingkan April, tetapi masih tinggi dan dapat membebani investasi serta sentimen lebih dari yang diperkirakan,” tulis IMF dalam laporannya.













