Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Syamsul Azhar
Sebelumnya beredar kabar dari media asing di mana TNI AU dikabarkan menyetujui rencana pembelian 42 unit jet tempur J-10 pabrikan China. Dikabarkan bahwa jet tempur itu akan memperkuat pertahanan udara RI bersama Rafale buatan Perancis.
Langkah pemilihan J10 ini mencerminkan dinamika kompleks yang dihadapi Indonesia dalam memodernisasi kekuatan udaranya di tengah keterbatasan anggaran dan tekanan geopolitik. Dalam lingkungan keamanan regional yang semakin menegang, Indonesia berusaha menyeimbangkan efisiensi biaya, kapabilitas tempur, dan arah kebijakan luar negerinya.
Baca Juga: Presiden Prancis Macron Harap Prabowo Pesan Lagi Jet Rafale dan Kapal Selam Scorpene
Armada Udara Menua, Tantangan Modernisasi Meningkat
Saat ini, TNI Angkatan Udara masih mengandalkan armada campuran yang menua, terdiri dari F-16 (AS), Su-27 dan Su-30 (Rusia), serta Hawk 200 (Inggris). Pesawat-pesawat ini mulai kesulitan memenuhi tuntutan modern warfare, terlebih ketika negara-negara tetangga seperti China, Australia, dan Singapura sudah mengoperasikan pesawat canggih seperti J-20, F-35, dan Rafale.
Sejak 2015, Indonesia telah mencari berbagai opsi untuk mengatasi kesenjangan teknologi pertahanannya. Salah satu upaya terbesarnya adalah pada 2017, ketika Indonesia menandatangani kesepakatan senilai US$ 1,14 miliar untuk membeli 11 unit Su-35 dari Rusia.
Kesepakatan ini sempat menjadi sorotan karena melibatkan sistem pembayaran dengan komoditas seperti minyak kelapa sawit dan kopi.
Namun, proyek itu menghadapi hambatan besar, terutama karena tekanan dari Amerika Serikat melalui Undang-Undang CAATSA (Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act), yang membuat Indonesia akhirnya membatalkan pembelian tersebut secara resmi pada 2021.
Tonton: Presiden Prabowo Menjamu Presiden Macron dan Brigitte di Istana Negara
Rafale dan KF-21: Antara Ambisi dan Realita
Tak berhenti di Rusia, Indonesia juga menjalin kontrak pertahanan senilai US$ 8,1 miliar dengan Prancis untuk pembelian 42 unit Dassault Rafale pada 2022. Rafale yang merupakan jet tempur generasi 4,5 dengan avionik canggih dianggap sebagai lompatan besar dalam kemampuan udara Indonesia.
Namun, tingginya biaya dan tantangan integrasi teknis memicu kritik di dalam negeri. Beberapa anggota parlemen mempertanyakan apakah belanja militer sebesar itu tepat di tengah keterbatasan anggaran dan kebutuhan pertahanan lainnya.
Secara paralel, Indonesia juga menjadi mitra dalam program jet tempur KF-21 Boramae yang dikembangkan bersama Korea Selatan. Dengan ambisi mengakuisisi hingga 50 unit, Indonesia menyumbang pendanaan dan dukungan teknis.
Namun, komitmen tersebut dikurangi seiring tekanan fiskal dalam negeri, yang menimbulkan keraguan terhadap kelangsungan peran Indonesia dalam proyek itu.