Sumber: AP News,Yahoo News | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. BYD, produsen mobil listrik asal Tiongkok, menanggapi keras laporan mengenai kondisi buruk di lokasi konstruksi pabriknya di Brasil, yang diklaim melibatkan pekerja yang bekerja dalam kondisi mirip perbudakan.
Sebuah pernyataan yang dirilis oleh juru bicara BYD, Li Yunfei, menyebutkan bahwa tuduhan tersebut merupakan upaya untuk mencemarkan nama baik Tiongkok dan merek-merek asal negara tersebut.
Pernyataan ini disampaikan setelah laporan dari kantor kejaksaan Brasil yang mengungkapkan bahwa 163 pekerja asal Tiongkok telah diselamatkan dari kondisi kerja yang tidak manusiawi di lokasi pembangunan pabrik tersebut.
Baca Juga: Tragis! 163 Pekerja dalam Kondisi Seperti Perbudakan di Proyek Kendaraan Listrik
Kasus Pekerja yang Bekerja dalam Kondisi Mirip Perbudakan
Pekerja yang diselamatkan oleh pihak kejaksaan Brasil dikatakan bekerja dalam kondisi yang sangat buruk, termasuk tempat tidur tanpa kasur dan fasilitas dapur yang sangat sederhana. Video yang dipublikasikan oleh Kantor Kejaksaan Tenaga Kerja menunjukkan dormitori yang digunakan pekerja, dengan keadaan yang sangat primitif.
Selain itu, sanitasi di lokasi kerja juga dikritik, dengan hanya ada satu toilet untuk setiap 31 pekerja, yang memaksa mereka untuk bangun pukul 4 pagi agar bisa siap berangkat kerja pada pukul 5:30 pagi.
Laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa pekerja mengalami penahanan paspor dan pemotongan gaji hingga 60% oleh kontraktor lokal, Jinjiang Construction Brazil. Pekerja yang memutuskan untuk keluar dari pekerjaan dipaksa membayar biaya tiket pesawat mereka kembali ke Tiongkok.
Kejaksaan Brasil menilai kondisi ini sebagai bentuk perbudakan modern, mengingat pekerja tidak memiliki kebebasan bergerak dan harus menjalani jam kerja yang melelahkan.
Baca Juga: Hingga November 2024, Produksi Global Toyota Menurun
Pernyataan dari BYD dan Jinjiang Construction
Menanggapi tuduhan tersebut, Li Yunfei, juru bicara BYD, membantah keras semua laporan tersebut melalui sebuah postingan di Weibo, yang menyebutkan bahwa tuduhan tersebut bertujuan untuk merusak hubungan antara Tiongkok dan Brasil, serta untuk mencemarkan merek-merek asal Tiongkok.
Li mengungkapkan bahwa perusahaan tersebut telah mengambil langkah cepat dengan menghentikan kontrak kerja sama dengan Jinjiang Construction Brazil, kontraktor yang bertanggung jawab atas pembangunan pabrik tersebut.
BYD juga mengungkapkan bahwa mereka telah menempatkan para pekerja di hotel-hotel terdekat selama proyek dihentikan dan sedang melakukan evaluasi lebih lanjut mengenai langkah-langkah yang tepat.
Selain itu, perusahaan mengatakan bahwa dalam beberapa minggu terakhir, mereka telah melakukan perubahan signifikan terhadap kondisi kerja di lokasi konstruksi dan memberi tahu kontraktor bahwa perubahan tersebut harus segera diterapkan.
Baca Juga: Honda dan Nissan Rencanakan Merger 2026 untuk Hadapi Ancaman EV China
Pernyataan Pekerja: Klarifikasi Kondisi Kerja
Li Yunfei juga membagikan sebuah video yang menunjukkan pernyataan dari para pekerja asal Tiongkok di lokasi, yang menyatakan bahwa laporan mengenai kondisi buruk dan "mirip perbudakan" tersebut adalah hasil dari kesalahpahaman.
Dalam video tersebut, seorang pekerja membaca sebuah pernyataan yang menyebutkan bahwa mereka menghargai pekerjaan mereka dan ingin terus bekerja di Brasil. Para pekerja pun memberikan tepuk tangan setelah pernyataan tersebut dibacakan.
Namun demikian, meskipun para pekerja menyatakan bahwa mereka tidak merasa diperlakukan secara tidak manusiawi, laporan dari pihak kejaksaan dan media setempat tetap menyatakan bahwa kondisi sanitasi yang buruk dan kontrol ketat terhadap pekerja menunjukkan adanya pelanggaran hak asasi manusia yang serius.
Baca Juga: Elon Musk Dituduh Tekan Republik Hapus Pembatasan Investasi AS-Tiongkok demi Tesla
Tanggapan Jinjiang Construction
Jinjiang Construction Brazil, sebagai kontraktor yang terlibat, juga merilis pernyataan yang membantah klaim mengenai perbudakan dan kondisi yang tidak manusiawi.
Mereka menegaskan bahwa perusahaan mereka telah sering menjalani pemeriksaan intensif oleh departemen tenaga kerja setempat di Brasil dan menyebutkan bahwa banyak informasi yang dirilis oleh departemen tenaga kerja tidak akurat, terutama klaim tentang pekerja yang "diselamatkan".
Mereka juga menganggap masalah yang ada disebabkan oleh perbedaan budaya dan masalah penerjemahan, yang mengarah pada kesalahpahaman.