kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45907,30   3,97   0.44%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

The Fed hadapi dilema gara-gara pembalikan kurva imbal hasil US Treasury


Rabu, 14 Agustus 2019 / 23:23 WIB
The Fed hadapi dilema gara-gara pembalikan kurva imbal hasil US Treasury


Reporter: Khomarul Hidayat | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Ketika Federal Reserve AS memangkas suku bunga di bulan lalu untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade, itu mengisyaratkan bahwa pemotongan bunga lebih lanjut mungkin tidak diperlukan. Tapi kini, lain lagi ceritanya.

Pembalikan kurva imbal hasil US Treasury tenor dua tahun dengan US Treasury tenor 10 tahun untuk pertama kalinya dalam 12 tahun pada Rabu (14/8), menunjukkan bahwa investor obligasi memiliki pandangan yang jauh lebih suram terhadap ekonomi Amerika Serikat (AS) dan ekonomi global dibandingkan bank sentral AS.

"Pasar keuangan jarang berbohong dan secara global sepertinya mengharapkan satu hari perhitungan," kata Tom di Galoma, direktur pelaksana Seaport Global Holdings di New York seperti dilaporkan Reuters.

Baca Juga: Kurva imbal hasil US Treasury terbalik, sinyal klasik resesi ekonomi akan datang

Kekhawatiran kian meningkat dan The Fed mungkin tidak hanya menimbang pembalikan kurva imbal hasil untuk menggunting suku bunga lagi. Tetapi, bank sentral AS mungkin juga sudah kehabisan amunisi untuk merangsang pertumbuhan ekonomi AS karena negara-negara lain juga saling mengimbangi satu sama lain untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan kebijakan fiskal yang lebih longgar.

Pada Rabu (14/8), imbal hasil US Treasury bertenor 10 tahun AS lebih rendah 2,1 basis poin dari yield US Treasury  tenor dua tahun. Pembalikan ini yang pertama kali sejak 2007, menurut data Refinitiv.

Baca Juga: Risiko resesi ekonomi meningkat lagi, indeks bursa Wall Street jatuh

Pembalikan kurva imbal hasil ini mengguncang para investor yang sudah khawatir dengan perang perdagangan AS-China yang mungkin memicu resesi global.

"Orang menjadi lebih yakin bahwa pertumbuhan global sedang melemah dan orang-orang mulai melihat beberapa tanda transmisi ke AS," kata Gennadiy Goldberg, ahli strategi di TD Securities yang dikutip Reuters.

Pada awal tahun ini, pasar dan bank sentral AS masih optimistis terhadap prospek ekonomi global. Bank Sentral Eropa mengakhiri program pembelian obligasi, sementara The Fed dipandang akan terus menaikkan suku bunga setelah menaikkan bunga empat kali pada tahun 2018.

Namun itu bergeser pada Maret 2019, ketika The Fed tiba-tiba mengakhiri siklus kenaikan bunga. Langkah tersebut memicu reposisi luas yang menyebabkan kurva imbal hasil T-Bills tenor 3 bulan dengan US Treaury tenor 10 tahun berbalik untuk pertama kalinya sejak 2007.

Kemudian pada pada bulan Juli 2019, The Fed memangkas suku bunga untuk pertama sejak 2008.

Baca Juga: Perang dagang bergejolak, Singapura pangkas outlook pertumbuhan jadi nyaris 0%

Sementara Bank Sentral Eropa (ECB) mengevaluasi pemotongan suku bunga lebih lanjut ke wilayah negatif dan melanjutkan lagi program pembelian obligasi. Lalu, Bank Sentral Jepang juga berupaya menurunkan suku bunga lagi dan memperluas pembelian aset.

Ketika bank sentral saling bersaing untuk kebijakan moneter yang lebih longgar, membuat masing-masing langkah tersebut kurang efektif.

"Kenyataannya adalah bahwa bank-bank sentral di seluruh dunia merespons pandangan yang menurun, mencari cara untuk memangkas suku bunga dan memudahkan kondisi keuangan. Jadi pada dasarnya itu berarti The Fed tidak memotong suku bunga dalam ruang hampa," kata Jon Hill, ahli strategi tingkat bunga di BMO Pasar Modal di New York.

Baca Juga: Waspada, demam Argentina bisa menjangkiti negara lain premium

Pekan lalu, bank sentral Selandia Baru juga memotong suku bunga lebih dari yang diharapkan dan memberi sinyal akan memangkas suku bunga di bawah nol jika diperlukan.

Bank sentral lain termasuk di India, Thailand dan Filipina juga memangkas suku bunga selama sepekan.

"Kebijakan moneter dalam beberapa tahun terakhir telah membuatnya hampir tidak efektif, atau bahkan berbahaya dalam beberapa kasus, karena bank sentral berusaha untuk mengatasi masalah di luar kendali mereka, dengan alat kebijakan yang terbatas dan sering eksperimental," tulis ahli strategi Bank of America Merrill Lynch FX Athanasios Vamvakidis dalam sebuah laporan baru-baru ini.




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×