Sumber: The Guardian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Israel telah mengumumkan perluasan operasi daratnya di Lebanon, khususnya di bagian selatan dan timur negara tersebut, melalui pengerahan divisi keempat yang terjadi setelah serangkaian serangan udara intensif.
Operasi ini menandai eskalasi signifikan dari ketegangan yang telah berlangsung selama beberapa waktu antara Israel dan Hizbullah, kelompok militan yang berbasis di Lebanon.
Pengerahan pasukan ini terjadi setelah Israel memobilisasi divisi 146 cadangan yang dikirim ke Lebanon selatan pada malam hari, menyusul pengumuman sebelumnya tentang mobilisasi divisi ketiga. Kini, jumlah pasukan di lapangan diperkirakan mencapai 15.000 tentara.
Operasi Northern Arrows: Strategi Israel di Lebanon
Diluncurkan dengan nama Operasi Northern Arrows, serangan darat ini diklaim oleh militer Israel sebagai serangan yang "terbatas, terlokalisasi, dan terfokus" untuk menghancurkan infrastruktur Hizbullah di sepanjang garis biru, perbatasan de facto yang diperdebatkan antara Israel dan Lebanon.
Baca Juga: Risiko Perang Nuklir Meningkat, Saluran Darurat AS-Rusia Masih Beroperasi
Namun, pengembangan cepat empat divisi yang beroperasi di wilayah selatan Lebanon, disertai dengan perintah evakuasi bagi desa-desa Lebanon sejauh lebih dari 20 mil dari garis biru, serta pengeboman intensif terhadap wilayah selatan, timur, dan ibu kota Lebanon, menunjukkan kemungkinan adanya persiapan untuk operasi yang lebih luas melawan Hizbullah.
Di tengah serangan udara intensif dari Israel, Hizbullah tetap menegaskan bahwa kemampuan militer mereka masih fungsional.
Naim Qassem, penjabat Sekretaris Jenderal Hizbullah, dalam pidatonya mengatakan bahwa meskipun serangan udara Israel telah menewaskan pemimpin lama kelompok tersebut, Hassan Nasrallah, serta sebagian besar komando tertinggi milisi, mereka masih mampu meluncurkan serangan harian terhadap Israel.
Pernyataan ini didukung dengan fakta bahwa ratusan roket dan puluhan drone terus diluncurkan ke arah pemukiman dan kota-kota Israel, termasuk penggunaan proyektil yang secara konsisten menyerang wilayah-wilayah di perbatasan Israel.
Meskipun Israel telah melakukan serangan besar-besaran, Hizbullah mengklaim bahwa pasukan darat Israel belum berhasil melakukan penetrasi signifikan ke wilayah Lebanon setelah lebih dari seminggu pertempuran.
Strategi Israel dan Dukungan Internasional
Kementerian Pertahanan Israel mengklaim bahwa salah satu pencapaian mereka adalah terbunuhnya Suhail Husseini, seorang tokoh kunci yang bertanggung jawab atas logistik, anggaran, dan manajemen operasi Hizbullah, pada malam sebelumnya.
Namun, Hizbullah belum memberikan komentar resmi terkait kematian Husseini, meskipun serangan roket terus diluncurkan dari Lebanon dengan intensitas tinggi.
Baca Juga: Keunggulan Kamala Harris atas Donald Trump Menyempit Menjadi 46% vs 43%
Sementara itu, Israel terus berkoordinasi dengan sekutu utamanya, Amerika Serikat, dalam menentukan langkah-langkah selanjutnya, khususnya dalam menghadapi potensi eskalasi lebih lanjut dengan Iran.
Israel juga harus mempertimbangkan kemungkinan serangan balasan yang lebih besar dari Iran, yang sudah meluncurkan serangan rudal sebagai bentuk dukungan terhadap Hizbullah pekan lalu.
Korban Sipil dan Dampak Kemanusiaan
Sejak eskalasi konflik tiga minggu lalu, lebih dari 1.400 warga Lebanon, termasuk warga sipil, petugas medis, dan pejuang Hizbullah, dilaporkan tewas. Selain itu, sekitar 1,2 juta orang sekitar seperempat dari populasi Lebanon telah kehilangan tempat tinggal akibat serangan yang terus menerus.
Konflik ini tidak hanya menimbulkan dampak militer, tetapi juga menciptakan krisis kemanusiaan yang mendesak.
Israel mengklaim bahwa tujuan dari operasi ini adalah untuk memungkinkan sekitar 60.000 orang yang mengungsi di wilayah utara Israel untuk kembali ke rumah mereka setelah setahun pertempuran lintas batas yang terus berlanjut.
Potensi Konflik Regional dan Peran Iran
Ketegangan ini juga memicu kekhawatiran akan meluasnya konflik di Timur Tengah, khususnya dengan keterlibatan langsung Iran. Sebagai sekutu utama Hizbullah, Iran telah menunjukkan dukungan militer dan politiknya, yang semakin memperumit situasi di lapangan.
Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, menyatakan bahwa segala opsi terbuka dalam menghadapi Iran, menekankan bahwa Israel memiliki kemampuan untuk menyerang target-target militer yang jauh maupun dekat.
Baca Juga: Harga Minyak Turun di Tengah Meredanya Kekhawatiran atas Risiko Perang Timur Tengah
Iran, melalui Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi, telah memperingatkan Israel agar tidak melakukan serangan lebih lanjut terhadap Republik Islam tersebut, yang akan memicu reaksi yang lebih kuat.
Selain situasi di Lebanon, pertempuran sengit juga terus berlanjut di Gaza. Serangan udara Israel di sebuah kamp pengungsi di wilayah tengah Palestina dilaporkan telah menewaskan 17 orang.
Kelompok bersenjata Hamas juga bersumpah untuk melanjutkan pertempuran dalam perang yang disebut sebagai "perang gesekan yang panjang, menyakitkan, dan mahal bagi musuh".