kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Pecah Rekor, Pencurian Kripto Korea Utara Ditaksir Mencapai US$630 Juta di Tahun 2022


Selasa, 07 Februari 2023 / 14:04 WIB
Pecah Rekor, Pencurian Kripto Korea Utara Ditaksir Mencapai US$630 Juta di Tahun 2022
ILUSTRASI. Mata uang digital Bitcoin, Shiba, Lyra, Ripple. KONTAN/Cheppy A. Muchlis


Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Komite Dewan Keamanan PBB dalam laporannya hari Senin (6/2) mengatakan bahwa pemasukan Korea Utara dari pencurian kripto di tahun 2022 melonjak drastis. PBB menyebut para peretas Pyongyang mulai menargetkan jaringan perusahaan kedirgantaraan dan pertahanan asing.

Dilansir dari Reuters, PBB mengatakan peretas yang terkait dengan Korea Utara mencuri aset virtual senilai US$630 juta di tahun 2022. Sementara itu, sejumlah perusahaan keamanan siber lain menilai jumlah bisa lebih dari US$1 miliar.

"Variasi dalam nilai mata uang kripto USD dalam beberapa bulan terakhir kemungkinan besar telah memengaruhi perkiraan ini, tetapi keduanya menunjukkan bahwa tahun 2022 adalah tahun yang memecahkan rekor pencurian aset virtual Korea Utara," kata PBB dalam laporannya.

Menurut pantauan PBB, Korea Utara telah menggunakan teknik yang semakin canggih untuk mendapatkan akses ke jaringan digital target. Selain mencuri mata uang kripto, para peretas juga berusaha mencuri informasi penting seperti program senjata sebuah negara.

Baca Juga: Korea Utara Perkuat Kesiapan Perang, Ada Apa?

Dikendalikan oleh Biro Intelijen Utama Korea Utara

Pengawas keamanan PBB mengatakan sebagian besar serangan dunia maya dilakukan oleh kelompok yang dikendalikan oleh biro intelijen utama Korea Utara, atau disebut Biro Umum Pengintaian.

Beberapa kelompok peretas ternama yang bekerja di bawah biro tersebut antara lain adalah Kimsuky, Lazarus Group, dan Andariel.

Metode yang umum digunakan adalah dengan menyebarkan malware lewat beragam cara, termasuk phising. Serangan ini umumnya menargetkan karyawan dalam organisasi di berbagai negara.

"Kontak awal ke individu tujuan dilakukan melalui LinkedIn, di situ mereka mendapat kepercayaan. Selanjutnya muatan berbahaya dikirimkan melalui komunikasi berkelanjutan melalui WhatsApp," ungkap PBB.

Pengawas juga menemukan sebuah kelompok peretas terkait bernama HOlyGhOst telah melakukan pemerasan dari perusahaan kecil dan menengah di beberapa negara. 

Baca Juga: Gedung Putih: AS Tidak Berniat Bermusuhan dengan Korea Utara

Mendanai Program Militer

Pengawas PBB telah lama menuduh Korea Utara menggunakan serangan dunia maya untuk membantu mendanai program nuklir dan misilnya.

Laporan tahunan pengawas PBB juga mencatat bahwa Pyongyang terus memproduksi bahan fisi nuklir di fasilitasnya dan meluncurkan setidaknya 73 rudal balistik sepanjang tahun lalu. Termasuk di antaranya adalah delapan rudal balistik antarbenua (ICBM).

Pada tahun 2019, Korea Utara disebut telah mengumpulkan sekitar US$2 miliar selama beberapa tahun untuk program senjata pemusnah massal.

Dana tersebut didapatkan lewat praktik serangan siber yang meluas dan semakin canggih.


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×