Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – DEN HAAG. Perdana Menteri Belanda Dick Schoof mengumumkan pengunduran dirinya pada Selasa (3/6), beberapa jam setelah tokoh sayap kanan Geert Wilders menarik dukungan partainya dari koalisi pemerintahan karena gagal mendorong kebijakan imigrasi yang lebih keras.
Keputusan Wilders memicu keruntuhan pemerintahan koalisi sayap kanan yang baru berusia beberapa bulan, dan diperkirakan akan memicu pemilu dini paling cepat Oktober mendatang.
Baca Juga: LPEI dan KBRI Belanda Tawarkan Jalan Baru ke Eropa lewat Rotterdam
Untuk sementara, pemerintahan akan berjalan sebagai kabinet caretaker, sementara menteri dari partai PVV akan hengkang dari kabinet.
“Saya telah berulang kali memperingatkan bahwa runtuhnya kabinet adalah hal yang tidak perlu dan tidak bertanggung jawab,” kata Schoof usai rapat darurat kabinet.
“Kita menghadapi tantangan besar baik di tingkat nasional maupun internasional yang membutuhkan ketegasan dari pemerintah.”
Wilders Tarik Dukungan, Pemilu Baru Menanti
Wilders, pemimpin Partai untuk Kebebasan (PVV) yang dikenal dengan sikap keras terhadap Muslim dan imigran, menyatakan tidak ada pilihan lain selain keluar dari koalisi setelah tuntutan kebijakan imigrasi ketatnya tidak dipenuhi.
Wilders berencana kembali maju sebagai calon perdana menteri dan berharap mendapat mandat lebih besar dalam pemilu mendatang.
Baca Juga: 30 Calon Investor asal Belanda Siap Masuk Sektor Pertanian RI, Siapa Saja?
“Saya ingin menjadi perdana menteri berikutnya,” kata Wilders.
Dengan keluarnya PVV, koalisi pemerintahan kehilangan pijakan mayoritas. Meski secara teknis partai lain bisa melanjutkan sebagai pemerintahan minoritas, para analis menilai hal itu tidak akan bertahan lama.
“Kemungkinan terbesar adalah pemilu baru setelah musim panas, sekitar akhir Oktober atau November,” ujar Joep van Lit, pakar politik dari Radboud University.
Imigrasi Jadi Isu Sentral
Langkah Wilders dinilai sebagai perjudian politik. Menurut Simon Otjes, dosen politik Belanda di Universitas Leiden, PVV tampaknya yakin pemilu berikutnya akan dianggap sebagai referendum soal kebijakan imigrasi.
“Mereka tahu bahwa mereka akan menang jika pemilu dipersepsikan sebagai soal imigrasi,” kata Otjes.
Baca Juga: Lee Jae-myung Menang di Exit Poll, Korea Selatan Siap Sambut Presiden Baru
Belanda saat ini menghadapi tekanan berat dari lonjakan migrasi dan krisis biaya hidup yang memicu naiknya dukungan terhadap kelompok sayap kanan, mencerminkan pola serupa di Eropa.
Kondisi ini membuat Eropa semakin terbelah di saat dunia membutuhkan persatuan menghadapi Rusia yang agresif dan kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang tidak dapat diprediksi di bawah Presiden Donald Trump.