kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perang Bisa Meletus Kapan Saja, Ini Asal Mula Pertikaian Rusia dan Ukraina


Sabtu, 12 Februari 2022 / 07:27 WIB
Perang Bisa Meletus Kapan Saja, Ini Asal Mula Pertikaian Rusia dan Ukraina
ILUSTRASI. AS mengatakan, Rusia telah mengerahkan cukup banyak pasukan di dekat Ukraina untuk melancarkan invasi besar. REUTERS/Gleb Garanich


Sumber: The New York Times,Business Insider,Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - MOSKOW/WASHINGTON. Pemerintah Amerika mengatakan, Rusia telah mengerahkan cukup banyak pasukan di dekat Ukraina untuk melancarkan invasi besar. 

Terkait hal itu, AS mendesak semua warganya untuk segera meninggalkan negara itu dalam waktu 48 jam setelah Moskow semakin memperketat tanggapannya terhadap diplomasi Barat.

Serangan Rusia dapat dimulai kapan saja dan kemungkinan akan dimulai dengan serangan udara. Demikian penjelasan penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan.

Dia mengatakan, intelijen AS percaya serangan cepat di Kyiv juga merupakan suatu kemungkinan dan Presiden Rusia Vladimir Putin dapat memerintahkan invasi sebelum berakhirnya Olimpiade Musim Dingin di Beijing pada 20 Februari.

Baca Juga: Rusia Gelar Latihan Perang di Belarus Saat Barat Peringatkan Momen Berbahaya

Namun masih belum jelas apakah Putin secara definitif telah memberikan perintah itu, Sullivan mengatakan pada konferensi pers.

Menurut seorang pejabat Gedung Putih dan kantor berita Rusia RIA, Putin dan Presiden AS Joe Biden akan berbicara melalui telepon pada hari Sabtu. 

Kantor berita Rusia TASS mengatakan Putin akan berbicara dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada hari yang sama.

Empat pejabat AS mengatakan kepada Reuters pada hari Jumat bahwa Washington akan mengirim 3.000 tentara tambahan ke Polandia dalam beberapa hari mendatang untuk mencoba dan membantu meyakinkan sekutu NATO. Mereka akan mendampingi 8.500 tentara yang sudah siaga untuk ditempatkan ke Eropa jika diperlukan.

Baca Juga: Rusia Tumpuk Pasukan, Dolar AS dan Aset Safe Haven Diburu Investor

Sebelumnya, gambar satelit komersial dari sebuah perusahaan AS menunjukkan penyebaran pasukan militer Rusia di beberapa situs dekat perbatasan.

Setelah memberi tahu NBC News bahwa hal-hal di Ukraina "bisa menjadi gila dengan cepat," Presiden AS Joe Biden mengadakan seruan tentang krisis dengan para pemimpin Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Polandia dan Rumania, serta kepala NATO dan Uni Eropa.

Para pemimpin menyuarakan keprihatinan tentang perkembangan militer Rusia, menyatakan keinginan untuk solusi diplomatik, dan setuju untuk melakukan upaya terkoordinasi untuk mencegah agresi Rusia, termasuk dengan siap untuk menerima konsekuensi besar dan biaya ekonomi yang parah di Moskow jika memilih eskalasi militer, kata Gedung Putih.

Kementerian luar negeri Rusia mengatakan negara-negara Barat, dengan bantuan dari media, menyebarkan informasi palsu untuk mencoba mengalihkan perhatian dari tindakan agresif mereka sendiri.

Baca Juga: AS: Terus Tumpuk Pasukan, Serangan Rusia ke Ukraina Bisa Kapan Saja

Asal muasal perang Rusia-Ukraina

Ketegangan antara Ukraina dan Rusia telah membara sejak 2014. Saat itu, Ukraina menggulingkan presidennya yang pro-Rusia dan militer Rusia menyeberang ke wilayah Ukraina, mencaplok Krimea dan mengobarkan pemberontakan oleh separatis di Ukraina timur. 

Gencatan senjata yang lemah dicapai pada tahun 2015, tetapi perdamaian sulit dicapai di tengah perang yang telah menewaskan lebih dari 13.000 tentara dan warga sipil.

Posisi Kremlin terhadap tetangganya semakin keras. Putin beranggapan, Ukraina pada dasarnya adalah bagian dari Rusia, secara budaya dan historis. Kekhawatiran muncul pada akhir Oktober, ketika Ukraina menggunakan drone bersenjata untuk menyerang howitzer yang dioperasikan oleh separatis yang didukung Rusia di Ukraina timur. 

Rusia menyebut serangan itu sebagai tindakan destabilisasi yang melanggar perjanjian gencatan senjata.

Hal yang diinginkan Putin

Menjelang berakhirnya masa jabatan politiknya, Putin bertekad untuk memoles warisannya dan memperbaiki apa yang telah lama dilihatnya sebagai bencana abad ke-20: disintegrasi bekas Uni Soviet.

Putin ingin menegaskan kekuasaan Moskow atas Ukraina, sebuah negara berpenduduk 44 juta orang yang sebelumnya merupakan bagian dari blok Soviet dan berbagi perbatasan 1.200 mil dengan Rusia.

Langkah ini merupakan bagian dari tujuannya untuk memulihkan apa yang ia pandang sebagai tempat yang layak bagi Rusia di antara kekuatan-kekuatan besar dunia, bersama dengan Amerika Serikat dan China.




TERBARU

[X]
×