Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - DURBAN. Para menteri keuangan negara-negara G20 akan berkumpul di Afrika Selatan pada Kamis (17/7) ini di tengah bayang-bayang ancaman tarif dari Presiden AS Donald Trump dan keraguan atas kemampuan kelompok ini untuk mengatasi tantangan global secara kolektif.
G20, yang muncul sebagai forum kerja sama internasional untuk merespons krisis keuangan global, dalam beberapa tahun terakhir kesulitan mencapai konsensus karena perselisihan antaranggota yang diperburuk oleh perang Rusia di Ukraina dan sanksi Barat terhadap Moskow.
Baca Juga: Peringkat Kekuatan Militer Negara G20 Tahun 2025: AS Pertama, Indonesia ke-12
Sebagai tuan rumah, Afrika Selatan mengusung tema presidensi “Solidaritas, Kesetaraan, Keberlanjutan”, dengan mendorong agenda Afrika, termasuk isu tingginya biaya modal dan pendanaan aksi perubahan iklim.
G20 bertujuan mengoordinasikan kebijakan ekonomi global, namun kesepakatannya bersifat tidak mengikat.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent dipastikan tidak hadir dalam pertemuan dua hari para menteri keuangan dan gubernur bank sentral di kota pesisir Durban.
Ini menjadi ketidakhadirannya yang kedua di forum G20 di Afrika Selatan tahun ini, setelah juga absen pada pertemuan di Cape Town bulan Februari lalu.
Michael Kaplan, Pelaksana Tugas Wakil Menteri Keuangan AS untuk Urusan Internasional, akan mewakili Washington dalam pertemuan tersebut.
Seorang delegasi G20 yang enggan disebutkan namanya mengatakan, absennya Bessent memang kurang ideal, namun AS tetap aktif berdiskusi mengenai perdagangan, ekonomi global, dan bahasa kebijakan iklim.
Baca Juga: Sri Mulyani dan Menkeu G20 Bertukar Strategi untuk Akhiri Perang Dagang
Selain AS, menteri keuangan dari India, Prancis, dan Rusia juga dijadwalkan tidak hadir dalam pertemuan Durban.
Namun Gubernur Bank Sentral Afrika Selatan Lesetja Kganyago menyatakan bahwa yang terpenting adalah setiap negara tetap diwakili.
“Yang penting adalah, apakah ada orang dengan mandat duduk di balik bendera negaranya?” ujarnya kepada Reuters.
Pejabat AS belum banyak bicara soal agenda presidensi G20 yang akan mereka emban tahun depan.
Namun sumber yang mengetahui rencana tersebut menyebutkan, Washington kemungkinan akan memangkas jumlah kelompok kerja non-keuangan dan menyederhanakan agenda pertemuan.
Brad Setser, mantan pejabat AS yang kini di Council on Foreign Relations, memperkirakan kepemimpinan AS akan menghasilkan “G20 versi ringkas dengan ekspektasi hasil substantif yang lebih rendah.”
Baca Juga: Pertemuan Keuangan G20 Gagal Capai Kesepakatan Bersama
Masa Turbulensi
Kebijakan tarif Presiden Trump telah mengguncang aturan perdagangan global. Dengan tarif dasar 10% atas seluruh impor AS dan tarif tambahan hingga 50% untuk baja dan aluminium, 25% untuk mobil, serta potensi bea tambahan untuk produk farmasi, lebih dari 20 negara akan terkena tarif tambahan mulai 1 Agustus.
Ancaman Trump untuk mengenakan tarif tambahan 10% kepada negara-negara BRICS, delapan di antaranya adalah anggota G20 memicu kekhawatiran akan fragmentasi dalam forum-forum global.
Sumber dari Kementerian Keuangan Jerman mengatakan, pertemuan di Durban akan berusaha memperkuat hubungan global di tengah “masa turbulensi.”
Baca Juga: Pedagang Berebut Kirim Kopi Brasil ke AS Sebelum Tarif 50% Berlaku 1 Agustus
Direktur Jenderal Perbendaharaan Afrika Selatan Duncan Pieterse menyatakan, G20 berharap dapat mengeluarkan komunike bersama pertama di bawah presidensi Afrika Selatan pada akhir pertemuan ini.
G20 terakhir kali berhasil menyepakati komunike bersama pada Juli 2024, yang menyerukan penolakan terhadap proteksionisme namun tidak menyebut invasi Rusia ke Ukraina.