Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Wabah virus corona (Covid-19) diproyeksi mengurangi separuh pertumbuhan ekonomi China pada kuartal I-2020 dibandingkan kuartal sebelumnya. Perkiraan ini menurut sebagian besar analis Reuters, Jumat (6/3) lebih parah dari yang diperkirakan pada tiga minggu lalu serta dinilai dapat memicu pemangkasan suku bunga lebih dalam.
Sejauh ini, wabah virus telah menyebar dari China ke lebih dari 80 negara, menginfeksi lebih dari 95.000 orang dengan jumlah kematian akibat corona lebih dari 3.000 kasus.
Baca Juga: Hadapi corona, China sudah siapkan dana US$ 16 miliar
Hal ini juga telah menghancurkan harapan kembali membaiknya (rebound) ekonomi global dan memicu pemangkasan suku bunga Amerika Serikat (AS) di luar dugaan, terbesar sejak krisis keuangan global.
Menurut jajak pendapat 3 Maret-5 Maret 2020 dari lebih 40 ekonom yang berbasis di dalam dan luar daratan China, pertumbuhan ekonomi akan merosot ke median 3,5% kuartal ini. Prediksi ini turun drastis dari pertumbuhan 6% di kuartal IV 2019, persentase ini bahkan lebih rendah dari jajak pendapat di pertengahan Februari 2020 lalu.
Hampir seluruh ekonom sepakat bahwa hampir tidak ada proyeksi pertumbuhan di tahun ini, bahkan tidak ada yang mendekati 5%. Pada skenario terburuk, para ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi China pada kuartal I 2020 adalah 2,4% jauh lebih rendah dari jajak pendapat sebelumnya yang sebesar 3,5%.
Pada dasarnya, pandangan ini merupakan yang terburuk dan menjadi pukulan keras untuk ekonomi di sektor swasta.
Namun kabar baiknya, pertumbuhan masih diperkirakan akan bangkit kembali di kuartal II 2020 ini menjadi 5,6%. Sedikit lebih rendah dari perkiraan sebesar 5,7% pada tiga minggu lalu.
Namun meski begitu, rentang proyeksi pertumbuhan menjadi sangat luas yakni 3,7%-6,5%.
Baca Juga: Dihantam corona, ekonomi China bisa tumbuh negatif untuk pertama kali sejak 1970-an
"Sulit untuk menghasilkan kuartal kedua yang optimistis, dalam skenario terbaik saya dapat sarankan bahwa paruh kedua tahun ini ekonomi mulai terlihat sedikit lebih normal," ujar Rob Carnell, Kepala Penelitian Asia-Pasifik di ING.
Proyeksi ini berlandaskan banyaknya aktivitas masyarakat yang tersendat lantaran kota-kota di China ditutup. Artinya, roda perekonomian sangatlah terbatas, jumlah konsumsi pun bakalan merosot dibanding kondisi normal.
Untuk tahun ini, pertumbuhan ekonomi negeri Panda diperkirakan melambat menjadi 5,4%. Bila hal ini terjadi, maka pertumbuhan ini merupakan yang paling lambat sejak 1990.
Sedangkan dalam skenario terburuk, pertumbuhan hanya sebesar 5% saja. Dari seluruh ekonom, hanya satu ekonom yang memperkirakan tingkat pertumbuhan bisa mencapai 6,1% di 2020.
"Tidak ada permintaan yang meningkat akibat kondisi ini, ini adalah tren yang sangat lambat dibanding sebelumnya," kata Carnell.
Di lain pihak, untuk menangkal dampak dari perlambatan yang disebabkan oleh virus, otoritas China telah menerapkan berbagai langkah, termasuk memotong tingkat pembiayaan ulang (refinancing) dan menawarkan pinjaman kepada pebisnis. Pemerintah diperkirakan akan memberi lebih banyak stimulus ke depannya.
Bank Sentral China saat ini diperkirakan akan mengurangi suku bunga dasar pinjaman untuk satu tahun. Bunga pinjaman diperkirakan akan turun dari 4,05% per Agustus 2019 menjadi 3,85%. Penurunan ini sangat drastis, lantaran diperkirakan penurunan sebesar itu baru akan terjadi pada kuartal I 2021 mendatang.