kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.944.000   4.000   0,21%
  • USD/IDR 16.370   -48,00   -0,29%
  • IDX 7.952   15,91   0,20%
  • KOMPAS100 1.106   -0,20   -0,02%
  • LQ45 812   -1,90   -0,23%
  • ISSI 268   1,83   0,69%
  • IDX30 421   0,16   0,04%
  • IDXHIDIV20 488   0,14   0,03%
  • IDX80 122   -0,19   -0,16%
  • IDXV30 132   0,97   0,74%
  • IDXQ30 136   0,14   0,10%

PM India Modi Cari Sekutu Baru di Asia untuk Redam Dampak Tarif AS


Kamis, 28 Agustus 2025 / 17:19 WIB
PM India Modi Cari Sekutu Baru di Asia untuk Redam Dampak Tarif AS
ILUSTRASI. PM India Narendra Modi akan melakukan tur ke Asia mulai Kamis (28/8/2025) untuk bertemu para pemimpin China, Jepang, dan Rusia. REUTERS/Anushree Fadnavis


Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - NEW DELHI/TOKYO. Perdana Menteri India Narendra Modi akan melakukan tur ke Asia mulai Kamis (28/8/2025) untuk bertemu para pemimpin China, Jepang, dan Rusia.

Langkah ini dilakukan di tengah tekanan meningkat akibat kebijakan tarif tinggi Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap ekspor India.

Baca Juga: India Perpanjang Pembebasan Bea Impor Kapas hingga Desember 2025

Kunjungan Modi ini dinilai sebagai upaya mempererat hubungan diplomatik dengan beberapa ekonomi terbesar dunia, sekaligus mencari dukungan bagi program andalannya “Make in India”.

Dukungan besar diperkirakan datang dari Jepang, terutama setelah kebijakan proteksionisme AS mendorong terbentuknya kemitraan baru.

“Ini akan menjadi kesempatan untuk meluncurkan sejumlah inisiatif baru, membangun ketahanan hubungan, serta merespons peluang dan tantangan yang muncul,” ujar Sekretaris Luar Negeri India Vikram Misri terkait kunjungan ke Jepang.

Baca Juga: Tarif Impor Trump Naik Dua Kali Lipat, India Terseret Dampak Besar

Fokus Jepang: Investasi Besar dan Mineral Kritis

Modi dijadwalkan bertemu Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba pada Jumat–Sabtu.

Kunjungan ini semakin penting karena India dan Jepang merupakan bagian dari aliansi keamanan Quad bersama AS dan Australia, yang berfokus menahan pengaruh China di kawasan Indo-Pasifik.

Menurut NHK, perusahaan Jepang berkomitmen menanamkan investasi hingga 10 triliun yen (US$68 miliar) di India dalam 10 tahun ke depan.

Suzuki Motor bahkan berencana menggelontorkan sekitar US$8 miliar dalam lima hingga enam tahun.

Selain investasi manufaktur bernilai tinggi, kedua negara juga akan membahas kerja sama mineral kritis. India diyakini memiliki cadangan besar rare earth yang penting untuk industri ponsel hingga panel surya, namun masih terbatas teknologi pengolahan.

Modi sebelumnya menyebut Jepang dan India sebagai “mitra yang tercipta untuk satu sama lain” setelah mengunjungi pabrik Suzuki di India.

Baca Juga: Krisis Tarif Memanas, PM India Modi Pilih Tak Angkat Telepon Trump

Meredakan Ketegangan dengan China

Setelah Jepang, Modi akan menghadiri KTT Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) di China pada Minggu selama dua hari.

Ia dijadwalkan bertemu Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pertemuan bilateral.

India dan China tengah berupaya meredakan ketegangan pasca bentrokan perbatasan mematikan pada 2020.

Kini kedua negara membicarakan pemulihan penerbangan langsung setelah lima tahun terhenti serta pelonggaran hambatan dagang, termasuk perdagangan lintas perbatasan di tiga jalur Himalaya.

India juga mempertimbangkan pelonggaran aturan investasi yang selama ini memperketat pengawasan terhadap perusahaan China.

Sebaliknya, Beijing sepakat menghapus pembatasan ekspor pupuk, mineral langka, dan mesin pengebor terowongan ke India.

Baca Juga: Trump Naikkan Tarif, India Berpotensi Kehilangan Cuan Besar dari Minyak Rusia

India dalam Tekanan Dilema Geopolitik

Amerika Serikat selama ini berharap India menjadi penyeimbang pengaruh China. Namun, kondisi tarif tinggi justru memberi India alasan untuk semakin mendekat ke Beijing.

“Dalam iklim yang diciptakan Presiden Trump, tidak mengejutkan bila India dan China melihat kerja sama sebagai transaksi yang saling menguntungkan,” ujar Devashish Mitra, profesor ekonomi di Syracuse University, AS.

Meski begitu, analis menilai ruang untuk terobosan besar masih terbatas.

“China kemungkinan hanya akan merespons keinginan India dengan diplomasi tingkat tinggi, tapi tidak akan mengejar terobosan besar selama perbedaan fundamental masih ada,” kata William Yang, analis senior Northeast Asia di International Crisis Group.

Selanjutnya: Dukung Tiga Juta Rumah, Menteri Ara Klaim Banyak Swasta Beri Dukungan Pembiayaan

Menarik Dibaca: Prediksi, H2H, dan Line Up Cremonese vs Sassuolo (29/8): Apakah Bang Jay Main?




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004

[X]
×