Sumber: The New York Times | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Jerome H. Powell, Ketua Federal Reserve, memberi sinyal bahwa bank sentral masih memiliki ruang untuk menurunkan biaya pinjaman tahun ini guna menopang pasar tenaga kerja, meski inflasi baru-baru ini kembali meningkat.
Dalam pidatonya pada Selasa (14/10/2025) di acara National Association for Business Economics, Powell tidak banyak menyimpang dari pesan-pesan sebelumnya: bahwa The Fed perlu tanggap terhadap perlambatan pertumbuhan lapangan kerja bulanan dan tanda-tanda pelemahan lainnya di pasar tenaga kerja.
Mengutip New York Times, meski ia mengakui bahwa aktivitas ekonomi berada pada “jalur yang sedikit lebih kuat dari perkiraan,” Powell menegaskan bahwa risiko terhadap kerja tampaknya meningkat.
Hal itu menunjukkan bahwa bank sentral kemungkinan akan melanjutkan pemangkasan suku bunga tambahan dalam dua pertemuan tersisa tahun ini — pada 28–29 Oktober dan Desember.
Powell juga mengindikasikan keinginan untuk terus menurunkan suku bunga meskipun penutupan pemerintahan (government shutdown) telah menunda sejumlah data penting, termasuk laporan ketenagakerjaan September.
Baca Juga: Pidato Powell: Peran Penting Bank Komunitas di AS & Kebijakan Moneter
Biro Statistik Tenaga Kerja (BLS) mengatakan pekan lalu bahwa mereka akan memanggil kembali sebagian pegawai untuk menyusun Indeks Harga Konsumen (CPI) bulan September, yang semula dijadwalkan rilis Rabu.
Kini data tersebut akan diterbitkan pada 24 Oktober, sehingga pejabat The Fed dapat menggunakannya sebelum memutuskan suku bunga. Namun, pengumpulan data untuk laporan-laporan berikutnya baru akan dimulai lagi setelah ada kesepakatan pendanaan pemerintah.
Powell mengakui bahwa bank sentral kehilangan data yang “penting,” namun ia menegaskan bahwa pejabat The Fed “secara rutin meninjau berbagai data publik dan privat yang masih tersedia.” Ia juga menyoroti sumber informasi lain yang dikumpulkan The Fed, termasuk “jaringan kontak nasional” yang memberikan “wawasan berharga.”
Dalam diskusi setelah pidatonya, Powell mengatakan bahwa sumber data alternatif tidak dapat menggantikan statistik resmi pemerintah, yang disebutnya sebagai “standar emas.”
“Kita akan mulai kehilangan data itu,” katanya.
Baca Juga: Risalah The Fed: Anggota Terbelah! Mayoritas Siap Pangkas Suku Bunga Lagi Tahun Ini
Dia menambahkan bahwa situasi akan menjadi “lebih menantang” seiring berlanjutnya shutdown dan berhentinya pengumpulan data baru.
Ketiadaan data resmi memperumit situasi sulit The Fed, yang kini dihadapkan pada apa yang sebelumnya digambarkan Powell sebagai “tidak ada jalan bebas risiko.” Ia mengulangi tantangan tersebut pada Selasa, dengan mencatat adanya ketegangan antara tujuan lapangan kerja dan inflasi.
Kekhawatirannya: langkah untuk melindungi pasar tenaga kerja bisa memperburuk inflasi, sementara kebijakan untuk menekan harga bisa melukai perekonomian.
“Kita berada dalam situasi yang sulit,” kata Powell.
Powell termasuk di antara sejumlah pembuat kebijakan The Fed yang memandang lonjakan inflasi terbaru sebagai fenomena sementara.
Tonton: The Fed Pangkas Suku Bunga, Indonesia Bukan Tujuan Prioritas Aliran Modal Asing
Pandangan ini didasarkan pada asumsi bahwa tarif (bea masuk) yang diberlakukan Presiden Trump akan menyebabkan kenaikan harga satu kali pada berbagai barang konsumsi seperti makanan dan furnitur.
Powell mengakui bahwa dampaknya mungkin butuh waktu untuk terasa luas, tetapi ia memperkirakan efek itu akan memudar.