Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - HONG KONG. China akhirnya bersuara melihat kekerasan yang semakin meningkat di Hong Kong. Presiden China Xi Jinping mengatakan, memulihkan ketertiban dan menghentikan kekerasan adalah tugas yang paling mendesak saat ini di Hong Kong.
Berbicara dalam lawatan ke Brasil, Kamis (14/11), Xi menegaskan, China bakal terus mendukung Pemimpin Hong Kong Carrie Lam untuk menerapkan kebijakan sesuai dengan hukum yang berlaku dan menghukum para perusuh.
"China menentang setiap kekuatan eksternal untuk mencampuri urusan Hong Kong, dan tekad untuk menerapkan prinsip satu negara, dua sistem di Hong Kong tidak tergoyahkan," kata Xi kepada televisi Pemerintah China, CCTV, seperti dikutip Reuters.
Baca Juga: Hong Kong kian mencekam, pengunjuk rasa memblokade universitas dan menimbun senjata
China memiliki garnisun hingga 12.000 tentara di Hong Kong yang terus tinggal di barak-barak sejak 1997. Tapi, Tiongkok bersumpah untuk menghancurkan segala upaya kemerdekaan, permintaan dari segelintir pengunjuk rasa.
Memasuki hari keempat pada pekan ini, para pemrotes pro-demokrasi Hong Kong melumpuhkan bagian-bagian kota itu, dengan memblokir jalan raya. Sementara mahasiswa membangun barikade di kampus-kampus.
Bukan cuma itu, para pengunjuk rasa membakar kendaraan dan bangunan, melemparkan bom molotov ke kantor polisi dan keretaapi, menjatuhkan puing-puing dari jembatan ke lalu lintas di bawah, dan merusak pusat perbelanjaan juga kampus.
Baca Juga: Kerusuhan meluas, perusahaan keuangan di Hong Kong izinkan karyawan bekerja di rumah
Ribuan mahasiswa melakukan aksi duduk di beberapa universitas, dengan dikelilingi tumpukan makanan, batu bata, bom molotov, ketapel, dan senjata rakitan lainnya.
Kepolisian Hong Kong menyebutkan, Chinese University yang berada di Distrik New Territories telah menjadi "pabrik dan gudang senjata", penuh busur, panah, dan ketapel.
"Tindakan mereka adalah langkah lain yang lebih dekat dengan terorisme," sebut Kepala Hubungan Masyarakat Kepolisian Hong Kong Tse Chun-chung kepada wartawan, merujuk pada protes di kampus-kampus di seluruh bekas jajahan Inggris itu.