Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Juru bicara junta tidak menanggapi panggilan dari Reuters untuk dimintai keterangan.
Militer Myanmar telah memerangi perlawanan bersenjata yang semakin meluas sejak kudeta tahun 2021 yang menggulingkan pemerintahan peraih Nobel Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis. Junta menggambarkan pejuang perlawanan sebagai “teroris”, menyalahkan mereka karena menghancurkan perdamaian dan stabilitas Myanmar.
Rencana wajib militer, yang dijadwalkan bakal dimulai pada April 2024, akan mewajibkan semua pria berusia 18 hingga 35 tahun dan wanita berusia 18 hingga 27 tahun untuk menjalani wajib militer hingga dua tahun.
Sementara, spesialis seperti dokter berusia hingga 45 tahun harus menjalani wajib militer selama tiga tahun.
Menurut media pemerintah, layanan ini dapat diperpanjang hingga total lima tahun.
Ye Myo Hein, penasihat senior lembaga pemikir Institut Perdamaian Amerika Serikat, menilai sebagian besar batalion militer saat ini berjuang untuk memenuhi setengah dari jumlah pasukan yang direkomendasikan, yaitu 200 tentara.
“Ada juga penurunan signifikan dalam jumlah pendaftaran perwira,” katanya kepada Reuters.
Baca Juga: Praktik Korupsi dalam Program Wajib Militer Menjamur, Zelenskiy Geram
Dia menambahkan, “Selain itu, hilangnya perwira, termasuk Brigadir Jenderal… jauh lebih tinggi karena menyusutnya ukuran batalion dan berkurangnya prajurit.”
Tahun lalu, Ye Myo Hein memperkirakan militer Myanmar memiliki sekitar 70.000 tentara tempur, mengutip wawancara dengan desertir dan pembelot militer, analisis dokumen militer, dan jumlah korban.