Sumber: TASS | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa dunia saat ini sedang menghadapi ancaman Perang Dingin baru. Menurutnya, dunia saat ini sedang ada dalam keretakan.
Berbicara pada upacara kelulusan Universitas Seton Hall di New Jersey hari Selasa (24/5), Guterres juga menyinggung banyaknya ancaman keamanan global lain seperti terorisme hingga paham nasionalisme ekstrem.
"Dari Timur Tengah hingga ancaman Perang Dingin baru dengan nada nuklir yang serius, hingga terorisme dan pertempuran sektarian di dalam negara-negara yang berakar pada kepercayaan kuno, hingga ledakan nasionalisme ekstrem. Setiap tantangan adalah tanda lain bahwa dunia kita sangat retak," kata Guterres, seperti dikutip TASS.
Baca Juga: UNHCR: Lebih dari 100 Juta Orang di Dunia Terpaksa Mengungsi karena Konflik
Selain beberapa masalah keamanan tersebut, Guterres juga mengingatkan adanya perubahan iklim, meningkatnya ketimpangan sosial, dan penyebaran kelaparan dan penyakit.
Kepada para wisudawan, Guterres memperingatkan bahwa dunia yang mereka masuki penuh dengan bahaya.
"Kita menghadapi konflik dan perpecahan dalam skala yang tidak terlihat dalam beberapa dekade. Dari Yaman hingga Suriah, dari Ethiopia hingga Sahel dan seterusnya. Semuanya menyebabkan penderitaan, kehancuran, dan kematian manusia yang luar biasa," lanjut Guterres.
Pekan lalu, Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 4% menjadi 3,1%. Pengumuman tersebut tidak lepas dari banyaknya krisis, termasuk naiknya harga pangan yang didorong oleh perang Ukraina.
Baca Juga: Dampak Perang Ukraina, PBB Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Tahun 2022
"Perlambatan dan perang di Ukraina, yang memicu kenaikan tajam harga pangan dan pupuk, akan memberikan pukulan pada negara-negara berkembang, memperburuk kerawanan pangan dan meningkatkan kemiskinan," ungkap PBB.
Menurut perkiraan PBB, inflasi global diproyeksikan meningkat menjadi 6,7% pada 2022, dua kali lipat rata-rata periode 2010-2020 yang ada di angka 2,9%. Inflasi sebagian besar terjadi pada harga pangan dan energi.
Disebutkan bahwa penurunan prospek pertumbuhan terjadi secara luas, termasuk akan dialami oleh negara-negara dengan ekonomi terbesar dunia seperti AS dan China. Wilayah Eropa dikatakan akan merasakan dampak yang paling signifikan.