Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Starbucks Corp akan melepas kendali atas bisnisnya di China kepada perusahaan investasi Boyu Capital dalam kesepakatan senilai US$4 miliar.
Langkah ini menjadi salah satu divestasi paling bernilai dari unit China oleh perusahaan konsumen global dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan perjanjian tersebut, Starbucks dan Boyu akan membentuk usaha patungan (joint venture), di mana Boyu Capital akan memegang hingga 60% saham pada operasi ritel Starbucks di China.
Baca Juga: Samsung SDI Bahas Kontrak Rp 35 Triliun dengan Tesla, Saham Naik Tajam
Starbucks sendiri akan mempertahankan kepemilikan 40% serta tetap memiliki dan melisensikan merek serta kekayaan intelektualnya kepada entitas baru tersebut.
Perusahaan asal Seattle itu menjelaskan, hasil dari penjualan ini jika digabungkan dengan kepemilikan yang tersisa dan royalti lisensi selama 10 tahun ke depan diperkirakan akan mencapai lebih dari US$13 miliar.
Saham Starbucks tercatat naik sekitar 3% dalam perdagangan setelah jam bursa (after hours).
Langkah ini diambil di tengah penurunan pangsa pasar Starbucks di China, yang anjlok dari 34% pada 2019 menjadi hanya 14% pada 2023, menurut data Euromonitor International.
Persaingan ketat dari pemain lokal seperti Luckin Coffee dan Cotti Coffee, yang menawarkan harga lebih murah, telah menekan posisi Starbucks di pasar Negeri Tirai Bambu.
Baca Juga: OPEC+ Tunda Kenaikan Produksi, Harga Minyak Bertahan di Sekitar US$65 per Barel
Meski demikian, Starbucks berupaya mempertahankan daya tariknya tanpa harus terjun ke perang harga, dengan cara menurunkan harga minuman non-kopi tertentu dan mempercepat peluncuran produk lokal baru.
Analis menilai, strategi yang lebih tepat bagi Starbucks adalah memperkuat citranya sebagai tempat nongkrong dan bersosialisasi, bukan sekadar penyedia kopi cepat saji.
Saat ini Luckin Coffee telah memiliki lebih dari 20.000 gerai di China, jauh melampaui 7.800 gerai Starbucks, meskipun sebagian besar fokus pada layanan bawa pulang dan pengantaran.
Dalam laporan tahunannya untuk 2024, Starbucks juga menyoroti risiko meningkatnya ketegangan AS–China, termasuk potensi tarif tambahan, seruan boikot, dan “sensitivitas politik” yang meningkat di pasar China.
Baca Juga: Harga Emas Bertahan di Bawah US$4.000 Selasa (11/4) Pagi, Tertahan Penguatan Dolar
Kesepakatan ini menutup proses panjang sejak mantan CEO Laxman Narasimhan tahun lalu menyebut perusahaan tengah menjajaki kemitraan strategis untuk mempercepat pertumbuhan di China.
Langkah serupa sebelumnya juga diambil McDonald’s, yang menjual sebagian besar saham bisnisnya di China dan Hong Kong kepada konsorsium yang dipimpin CITIC Group, dan terbukti sukses.
Boyu Capital, didirikan pada 2010 oleh sejumlah tokoh termasuk Alvin Jiang, cucu mantan Presiden China Jiang Zemin, merupakan perusahaan investasi berbasis di Hong Kong yang berfokus pada sektor konsumer, jasa keuangan, kesehatan, media, dan teknologi.













