Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Bursa Selandia Baru terkena serangan penolakan layanan terdistribusi (distributed denial of service/DDoS) pada hari Selasa dan Rabu, yang memaksa bursa untuk menghentikan perdagangan di pasar tunai dan mengganggu operasi di pasar utangnya, Pasar Pemegang Saham Fonterra, dan pasar derivatif.
Selandia Baru jarang menjadi sasaran serangan semacam itu, tetapi negara tetangganya Australia meningkatkan keamanan sibernya tahun ini setelah terjadi peningkatan insiden serupa.
Baca Juga: Tekan penyebaran virus corona, Selandia Baru turunkan lebih banyak tentara
Australia mengatakan akan menghabiskan A$ 1,66 miliar (US$ 1,19 miliar) selama 10 tahun ke depan untuk memperkuat pertahanan dunia maya.
Bank sentral Selandia Baru mengatakan pada awal tahun ini bahwa serangan dunia maya dapat menghapus sekitar 2% hingga 3% dari keuntungan industri perbankan dan asuransi setiap tahun.
Baca Juga: Australia janjikan beri vaksin corona ke negara tetangga, termasuk Indonesia
Serangan DDoS dirancang untuk membanjiri situs web dan server internet melalui lalu lintas yang tinggi, hingga tidak dapat lagi mengatasi skala data yang diminta.
“Serangan pertama bisa terjadi kapan saja. Tetapi diserang selama empat hari berturut-turut menimbulkan beberapa pertanyaan,” kata Rizwan Asghar, Sekolah Ilmu Komputer di Universitas Auckland kepada Reuters.
“Pertanyaan sebenarnya adalah sumber daya apa yang dialokasikan dan berapa ambang batas yang ditetapkan untuk melindungi dari serangan ini?”