kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Trump berencana tinjau UU Komunikasi yang melindungi Twitter dkk


Kamis, 28 Mei 2020 / 23:45 WIB
Trump berencana tinjau UU Komunikasi yang melindungi Twitter dkk


Sumber: Reuters | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kemungkinan akan memerintahkan peninjauan terhadap undang-undang yang selama ini melindungi Twitter, Facebook, dan Google Alphabet untuk tidak bertanggung jawab atas materi yang pengguna mereka posting

Perintah Trump itu tertuang dalam rancangan perintah eksekutif, dan menurut sumber Reuters yang akrab dengan rencana tersebut. Tapi, salinan rancangan perintah eksekutif yang Reuters lihat bisa berubah sebelum final. 

Kabar tentang perintah itu muncul setelah Trump mengancam akan menutup situs yang dia tuduh membungkam suara-suara konservatif. Ini mengikuti perselisihannya dengan Twitter, setelah situs microblogging itu memutuskan untuk menandai twit Trump. 

Baca Juga: Twitter menandai cek fakta pada cuitan Trump untuk pertama kalinya

Twitter menandai kicauan Trump tentang klaim kecurangan yang tidak berdasar dalam pemungutan suara melalui surat, dengan sebuah peringatan yang mendorong para pembaca untuk memeriksa faktanya.

Pada Rabu (27/5), para pejabat AS mengatakan, Trump akan menandatangani perintah eksekutif tentang perusahaan media sosial pada Kamis (28/5). Namun, itu tidak tercantum dalam jadwal resmi Trump untuk Kamis yang Gedung Putih rilis.

Gedung Putih, Facebook, dan Twitter menolak berkomentar. Sementara layanan video milik Google, YouTube tidak segera berkomentar.

Baca Juga: Kena notifikasi cek fakta, Trump mengamuk ke Twitter

Yang jelas, Saham Twitter merosot lebih dari 4% dalam perdagangan pra-pasar pada Kamis (28/5). Sedang saham Facebook turun hampir 2% dan saham Google melorot 1%.

CEO Twitter Jack Dorsey mengatakan di situs perusahaan Rabu (27/5) malam, twit Presiden Trump “bisa menyesatkan orang sehingga berpikir mereka tidak perlu mendaftar untuk mendapatkan surat suara". 

"Tujuan kami adalah untuk menghubungkan titik-titik pernyataan yang bertentangan dan menunjukkan informasi dalam perselisihan sehingga orang dapat menilai sendiri," kata dia seperti dikutip Reuters.

Steve DelBianco, Presiden NetChoice, kelompok perdagangan yang memasukkan Twitter, Facebook, dan Google di antara anggotanya, menyebutkan, "Presiden menginjak-injak amandemen pertama dengan mengancam hak kebebasan berbicara mendasar dari platform media sosial".

Baca Juga: Presiden AS Donald Trump Ancam Tutup Perusahaan Media Sosial

"Langkah Pemerintah AS memberanikan pemerintah asing untuk mengontrol kebebasan berekspresi online," ujarnya dalam sebuah pernyataan pada Kamis (28/5) seperti dilansir Reuters.

Dalam rancangannya, perintah eksekutif Presiden AS akan meminta Komisi Komunikasi Federal (FCC) untuk mengusulkan dan mengklarifikasi peraturan berdasarkan Bagian 230 dari Undang-Undang Komunikasi yang Layak.

Beleid ini sebagian besar membebaskan platform online dari pertanggungjawaban hukum atas materi yang pengguna mereka posting. Perubahan bisa membuat perusahaan teknologi lebih banyak mendapat tuntutan hukum.

Baca Juga: Twitter fact-checks Trump tweet for the first time

Perintah Eksekutif Presiden AS juga meminta FCC untuk memeriksa, apakah tindakan yang berkaitan dengan pengeditan konten oleh perusahaan media sosial berpotensi menyebabkan perusahaan kehilangan perlindungan mereka di bawah bagian 230.

Ini membutuhkan agen untuk melihat, apakah platform media sosial menggunakan kebijakan menipu untuk memoderasi konten dan jika kebijakannya tidak konsisten dengan ketentuan layanan mereka.

Perintah Eksekutif juga menyatakan, Kantor Gedung Putih untuk Strategi Digital akan membangun kembali alat untuk membantu warga melaporkan kasus-kasus sensor online. Alat ini bakal mengumpulkan keluhan tentang sensor online dan mengirimkannya ke Departemen Kehakiman dan Komisi Perdagangan Federal (FTC).

FTC akan melihat, apakah pengaduan melanggar hukum, mengembangkan laporan yang menggambarkan pengaduan semacam itu, dan membuat laporan tersebut tersedia untuk umum.

Baca Juga: Trump threatens social media shutdown over Twitter fact-check label

FCC dan FTC tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters. 

Dalam wawancara dengan Fox News Channel pada Rabu (27/5), Komisioner FCC Brendan Carr mengatakan, Twitter telah memutuskan "untuk melibatkan Presiden AS dengan sudut pandang politik partisannya sendiri".

Perintah Eksekutif juga mengharuskan Jaksa Agung untuk membentuk kelompok kerja termasuk jaksa agung negara bagian yang akan memeriksa penegakan hukum negara yang melarang platform online melakukan tindakan yang tidak adil dan menipu.




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×