Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Jumat menuduh China telah melanggar kesepakatan tarif yang telah dibuat dengan Amerika Serikat.
Pernyataan ini disampaikan Trump melalui unggahan di platform Truth Social miliknya.
Dalam postingannya, Trump menulis dengan huruf kapital untuk menegaskan kekecewaannya:
"China, mungkin tidak mengherankan bagi sebagian orang, TELAH TOTAL MELANGGAR KESEPAKATANNYA DENGAN KAMI. Begitu banyak untuk menjadi Mr. NICE GUY!"
Pernyataan ini muncul di tengah ketegangan yang masih berlangsung dalam pembicaraan dagang antara kedua negara, yang sempat mengalami terobosan dalam beberapa minggu terakhir.
Baca Juga: Trump Ultimatum ke Putin, Beri Waktu Dua Minggu untuk Hentikan Perang
Perundingan Dagang AS-China Masih Mandek
Sekretaris Keuangan AS Scott Bessent kepada Fox News pada Kamis menyatakan bahwa pembicaraan dagang dengan China "sedikit mengalami kebuntuan."
Menurut Bessent, agar kesepakatan bisa tercapai, kemungkinan besar perlu keterlibatan langsung Presiden Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping.
Dua minggu setelah negosiasi terobosan yang menghasilkan gencatan senjata sementara dalam perang dagang antara dua ekonomi terbesar dunia, Bessent mengungkapkan bahwa kemajuan sejak itu berjalan lambat.
Namun, dia berharap pembicaraan akan kembali dilanjutkan dalam beberapa minggu ke depan.
Baca Juga: Donald Trump Akhirnya Buka Suara Soal Keputusan Elon Musk Cabut dari DOGE
Dampak Kesepakatan dan Tantangan Mendatang
Kesepakatan sementara untuk menurunkan tarif triple-digit selama 90 hari memicu reli besar di pasar saham global, memberikan kelegaan di tengah ketidakpastian ekonomi internasional.
Namun, kesepakatan ini tidak menyelesaikan masalah mendasar yang menjadi latar belakang tarif yang dikenakan Trump terhadap barang-barang China.
Keluhan utama AS berfokus pada model ekonomi China yang didominasi oleh negara dan berorientasi ekspor, yang dianggap merugikan persaingan dagang.
Isu-isu ini akan tetap menjadi agenda pembicaraan di masa depan, menunjukkan bahwa konflik perdagangan kedua negara belum sepenuhnya mereda.