kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.702.000   23.000   1,37%
  • USD/IDR 16.450   -42,00   -0,26%
  • IDX 6.665   119,20   1,82%
  • KOMPAS100 951   16,29   1,74%
  • LQ45 748   15,90   2,17%
  • ISSI 208   3,64   1,78%
  • IDX30 390   8,22   2,16%
  • IDXHIDIV20 467   6,80   1,48%
  • IDX80 108   1,96   1,84%
  • IDXV30 111   0,63   0,57%
  • IDXQ30 128   2,31   1,84%

Trump Terapkan Tekanan Maksimum Terhadap Iran untuk Tekan Ekspor Minyak hingga Nol


Rabu, 05 Februari 2025 / 05:09 WIB
Trump Terapkan Tekanan Maksimum Terhadap Iran untuk Tekan Ekspor Minyak hingga Nol
ILUSTRASI. Presiden AS Donald Trump menyaksikan penandatanganan perintah eksekutif di Ruang Oval Gedung Putih di Washington, AS, 31 Januari 2025. Donald Trump kembali menerapkan kampanye "tekanan maksimum" terhadap Iran, termasuk upaya menekan ekspor minyak negara tersebut hingga nol.


Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli

China, sebagai pembeli utama minyak Iran, tidak mengakui sanksi AS dan telah membangun sistem perdagangan dengan Iran yang sebagian besar menggunakan yuan serta jaringan perantara untuk menghindari penggunaan dolar dan pengawasan regulator AS.

Baca Juga: GPEI: Kemenangan Trump Bisa Jadi Peluang dan Tantangan bagi Ekspor Indonesia

Kevin Book, analis di ClearView Energy, menyebut bahwa pemerintahan Trump dapat menerapkan Undang-Undang Stop Harboring Iranian Petroleum (SHIP) 2024 untuk membatasi ekspor minyak Iran.

Undang-undang SHIP, yang tidak diterapkan secara ketat oleh pemerintahan Biden, memungkinkan tindakan terhadap pelabuhan dan kilang asing yang mengolah minyak Iran yang diekspor secara ilegal. 

Book menyoroti langkah yang diambil Shandong Port Group bulan lalu untuk melarang kapal tanker yang dikenai sanksi AS singgah di pelabuhannya di provinsi China timur sebagai indikasi dampak potensial dari penerapan SHIP.

Trump juga menginstruksikan duta besar AS di PBB untuk bekerja sama dengan sekutu guna "menerapkan kembali sanksi dan pembatasan internasional terhadap Iran" berdasarkan perjanjian 2015. Perjanjian tersebut sebelumnya mencabut sanksi terhadap Iran sebagai imbalan atas pembatasan program nuklirnya.

AS keluar dari perjanjian tersebut pada 2018 di bawah pemerintahan Trump, yang kemudian diikuti oleh langkah Iran untuk mengabaikan sebagian komitmennya dalam kesepakatan tersebut. 

Baca Juga: Indonesia Tekan Produksi Bijih Nikel, Kuota Ekspor Eramet Dipangkas 29%

Pada 2020, pemerintahan Trump juga mencoba menerapkan kembali sanksi berdasarkan perjanjian tersebut, tetapi upaya tersebut ditolak oleh Dewan Keamanan PBB.

Pada Desember lalu, Inggris, Prancis, dan Jerman menyampaikan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa mereka siap—jika diperlukan—untuk menerapkan kembali sanksi terhadap Iran guna mencegah negara tersebut memperoleh senjata nuklir.

Namun, mereka akan kehilangan wewenang untuk melakukan hal tersebut pada 18 Oktober ketika resolusi PBB 2015 berakhir. Resolusi tersebut mengesahkan kesepakatan antara Iran dengan Inggris, Jerman, Prancis, Amerika Serikat, Rusia, dan China yang mencabut sanksi terhadap Teheran sebagai imbalan atas pembatasan program nuklirnya.

Baca Juga: Kebijakan Trump Berpotensi Tekan Rupiah dan Obligasi Indonesia

Duta Besar Iran untuk PBB, Amir Saeid Iravani, menegaskan bahwa penerapan kembali sanksi terhadap Iran akan melanggar hukum dan kontraproduktif.

Para diplomat Eropa dan Iran telah bertemu pada November dan Januari untuk membahas kemungkinan langkah-langkah meredakan ketegangan regional, termasuk terkait program nuklir Iran, sebelum Trump kembali berkuasa.


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×