Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - TAIPEI. Lebih dari 10.000 warga Taiwan mengikuti kegiatan keagamaan di China sepanjang 2024 dengan dukungan langsung dari pemerintah Beijing.
Temuan ini terungkap dalam studi terbaru yang menunjukkan bagaimana China memanfaatkan jalur keagamaan untuk memperkuat pengaruhnya di Taiwan.
China yang mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya, selama ini menerapkan strategi “carrot and stick” atau kombinasi antara tekanan dan bujukan.
Di satu sisi, Beijing rutin melakukan latihan militer di sekitar Taiwan.
Baca Juga: Pulau Dadan, Garis Depan Taiwan di Dekat China, Kini Dibuka untuk Turis
Namun di sisi lain, mereka berupaya merangkul masyarakat yang dianggap bisa menerima pandangan politiknya.
Menurut penelitian lembaga independen asal Taiwan, IORG, sebanyak 10.496 warga Taiwan mengikuti lebih dari 110 kegiatan keagamaan di China pada tahun lalu. Acara-acara tersebut diselenggarakan atau didukung oleh berbagai lembaga pemerintahan China.
IORG menyebut laporan yang dirilis pada Rabu malam itu menjadi bukti paling jelas sejauh ini mengenai skala kampanye pengaruh China melalui jalur keagamaan.
Reuters sebelumnya juga melaporkan bahwa Beijing kerap menggunakan kegiatan keagamaan untuk memengaruhi opini publik dan arah politik di Taiwan.
Menanggapi temuan tersebut, Dewan Urusan Daratan (Mainland Affairs Council) Taiwan menyatakan bahwa Beijing sudah lama menggunakan agama sebagai bagian dari kerja “United Front” strategi politik yang dirancang untuk memperluas pengaruh China di luar negeri.
Baca Juga: China Bersiap Rayakan 80 Tahun Kembalinya Taiwan ke Pemerintahan Tiongkok
Pemerintah Taiwan, lanjut dewan tersebut, terus memantau aktivitas lintas selat yang berpotensi menjadi alat propaganda politik.
“Laporan IORG memiliki nilai referensi penting bagi upaya pengawasan kami,” ujar dewan itu dalam pernyataannya pada Kamis (23/10/2025).
Pejabat keamanan Taiwan juga mewaspadai kampanye pengaruh Beijing yang memanfaatkan agama, sektor yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Taiwan, tetapi di China sendiri berada di bawah kendali ketat Partai Komunis.
Dalam penelitiannya, IORG menganalisis lebih dari 7.000 artikel yang diterbitkan di portal berita milik Kantor Urusan Taiwan (TAO) China.
Artikel-artikel itu memuat detail mengenai lokasi, agenda, dan skala acara keagamaan, yang kemudian diperiksa menggunakan alat berbasis kecerdasan buatan sebelum diverifikasi oleh para peneliti.
Baca Juga: Xi Jinping Kirim Pesan ke Pemimpin Baru Oposisi Taiwan, Ini Katanya
“Partai Komunis China terus menggunakan pertukaran keagamaan sebagai kedok untuk propaganda politik,” tulis laporan IORG. Narasi yang diangkat dalam kegiatan tersebut menekankan kesamaan akar budaya antara Taiwan dan China serta gagasan bahwa kedua pihak “ditakdirkan untuk bersatu kembali”.
Peringatan serupa juga disampaikan Biro Keamanan Nasional Taiwan (NSB) pekan lalu.
Lembaga itu menyebut Beijing kini gencar menjalankan program pertukaran lintas sektor untuk memengaruhi masyarakat Taiwan di berbagai bidang, termasuk melalui aktivitas keagamaan.
“Mereka menggunakan kegiatan keagamaan untuk memenangkan hati rakyat Taiwan dan menjadikannya alat politik,” kata seorang pejabat Taiwan yang memahami kebijakan hubungan dengan China kepada Reuters.
Pejabat itu meminta identitasnya dirahasiakan karena sensitifnya isu tersebut.