Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mencabut penentangannya terhadap penggunaan rudal jarak jauh oleh Ukraina di wilayah Rusia.
Langkah ini diambil setelah Rusia mengerahkan pasukan Korea Utara di Kursk dan menyusul kemenangan Donald Trump dalam pemilu presiden AS pada 5 November, demikian menurut sumber yang mengetahui keputusan tersebut.
Biden sebelumnya menolak permintaan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy untuk melonggarkan penggunaan rudal ATACMS buatan AS, yang dapat menjangkau target jauh di dalam Rusia. Penolakan itu didasarkan pada kekhawatiran risiko konflik langsung antara NATO dan Rusia.
Baca Juga: Biden Izinkan Ukraina Gunakan Senjata AS Serang Wilayah Rusia Secara Terbatas
Namun, eskalasi oleh Moskow dengan melibatkan ribuan tentara Korea Utara memaksa pemerintahan Biden untuk mengubah kebijakan, kata seorang pejabat senior AS dan dua sumber lainnya.
Kemenangan Donald Trump, yang skeptis terhadap dukungan AS untuk Ukraina, menambah urgensi pemerintahan Biden untuk memperkuat posisi Ukraina sebelum potensi perubahan kebijakan besar-besaran.
Dua sumber mengatakan pelonggaran aturan ini dirancang untuk memperkuat kemampuan Ukraina jika mereka kehilangan dukungan AS di bawah kepemimpinan Trump.
Trump sebelumnya sering mengkritik bantuan militer AS ke Ukraina, sehingga menimbulkan kekhawatiran bahwa dia akan menghentikan pasokan senjata jika kembali menjabat.
Ukraina menggunakan rudal ATACMS pertama kali pada 21 November untuk menyerang depot senjata di wilayah Rusia, sekitar 110 km dari perbatasan. Langkah ini diikuti serangan menggunakan rudal jelajah Storm Shadow milik Inggris ke target lain di Rusia.
Baca Juga: Balas Rudal AS dan Inggris, Rusia Tembakkan Rudal Antarbenua ke Kota Dnipro, Ukraina
Pelonggaran kebijakan ini disampaikan kepada Ukraina pada 12 November melalui percakapan antara Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dan Menteri Pertahanan Ukraina Rustem Umerov. Keputusan tersebut juga dibahas oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dengan pejabat NATO di Brussels.
Rusia dilaporkan mengerahkan sekitar 8.000 tentara Korea Utara ke Kursk, wilayah yang strategis bagi Ukraina. Pasukan tersebut tiba di Rusia melalui pelabuhan Vladivostok pada Oktober, menurut juru bicara Gedung Putih John Kirby.
Keputusan AS untuk melonggarkan pembatasan penggunaan rudal dianggap sebagai respons tegas terhadap upaya Rusia dan Korea Utara untuk menggeser kendali Ukraina di Kursk. Seorang pejabat senior AS menyebut langkah ini sebagai pesan kepada Moskow bahwa eskalasi lebih lanjut tidak dapat diterima.
Meskipun ada risiko peningkatan konflik, para pejabat AS menilai langkah tersebut terbatas hanya untuk operasi di Kursk. “Ukraina hanya diizinkan menggunakan rudal untuk mempertahankan wilayah Kursk dari upaya Rusia-Korea Utara,” kata seorang ajudan kongres.
Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri menolak memberikan komentar rinci terkait perubahan kebijakan ini. Namun, Departemen Luar Negeri menegaskan bahwa eskalasi oleh Rusia, termasuk pengerahan pasukan Korea Utara, adalah ancaman serius yang memerlukan tindakan.
Baca Juga: Diam-Diam, Joe Biden Izinkan Ukraina Gunakan Senjata AS untuk Serang Wilayah Rusia
Moskow menyatakan akan merespons langkah-langkah Barat ini. Sementara itu, seorang pejabat AS melaporkan bahwa Rusia telah meluncurkan rudal balistik jarak menengah ke Ukraina sebagai sinyal peringatan kepada NATO.
Keputusan Biden ini menandai perubahan penting dalam strategi AS, dengan tujuan untuk mengimbangi eskalasi konflik dan mendukung Ukraina menghadapi tantangan yang semakin berat di medan perang.