Sumber: South China Morning Post | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - PYONGYANG. Korea Utara membuat Pentagon dan seluruh dunia dalam keadaan siaga ketika mereka memberikan peringatan pada awal bulan ini untuk memberikan "hadiah Natal" ke AS.
Presiden AS Donald Trump mengatakan pada hari Selasa bahwa pemimpin Korea Utara Kim Jong-un mungkin berencana untuk memberinya "hadiah yang bagus" seperti "vas yang indah" untuk Natal daripada peluncuran rudal.
"Mungkin ini adalah hadiah di mana dia mengirimi saya vas yang indah sebagai lawan dari tes rudal," kata Trump. "Saya mungkin mendapat hadiah bagus darinya. Anda tidak tahu. Anda tak pernah tahu."
Baca Juga: Trump menyatakan akan meneken kesepakatan dagang dengan Presiden China Xi Jinping
Namun, melansir South China Morning Post, citra satelit baru dari area tempat Korea Utara membuat peralatan militer untuk meluncurkan rudal jarak jauh menunjukkan struktur baru.
Di New York, juru bicara PBB Stephane Dujarric mendapatkan pertanyaan apakah Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memiliki pesan untuk Kim pada Malam Natal tentang "hadiah Natal."
“Pesan kami adalah kepemimpinan Republik Rakyat Demokratik Korea untuk bekerja demi perdamaian dan stabilitas di semenanjung Korea dan untuk melanjutkan pembicaraan tingkat kerja dengan Amerika Serikat. Keterlibatan diplomatik adalah satu-satunya jalan menuju perdamaian berkelanjutan dan denuklirisasi lengkap dan denuklirisasi semenanjung Korea yang dapat diverifikasi,” kata Dujarric kepada South China Morning Post.
Baca Juga: Malam Natal kelabu di Hong Kong: Bentrokan pecah, polisi tembakkan gas air mata
Janji hadiah Natal Pyongyang terjadi pada saat pemimpin Korea Utara Kim Jong-un bersumpah akan membawa kemakmuran ekonomi ke negara itu. Namin hingga saat ini tidak ada tanda-tanda akan terwujud. Analis mengatakan Pyongyang hanya memiliki beberapa opsi tahun depan.
Strategi Korea Utara pada tahun 2020, kata mereka, akan terlihat lebih seperti pada tahun 2017 daripada sejak Kim mulai bertemu dengan Presiden AS Donald Trump pada tahun 2018.
Para ahli memprediksi akan terjadi banyak gangguan pada tahun depan: 2017 diselingi oleh pertukaran penghinaan dan keributan, di mana Trump mengatakan bahwa jika Korea Utara tidak berhenti mengancam AS, maka Korut akan "bertemu dengan api dan amarah yang belum pernah dilihat dunia sebelumnya.”
Provokasi Pyongyang terus meningkat pada tahun 2017. Yakni dengan melakukan uji coba nuklir terbaru. Pada waktu itu, Korut menunjukkan hasil atom yang dampaknya sekitar enam kali lipat dari bom nuklir yang dijatuhkan di Hiroshima pada tahun 1945. Juga pada tahun 2017, Pyongyang tampaknya berniat mengembangkan kapasitasnya untuk mengirimkan senjata semacam itu, melakukan 17 uji coba rudal, termasuk Hwasong-15 -apa yang Pyong yang sebut sebagai rudal balistik antarbenua- yang dapat mencapai daratan AS.
Baca Juga: Hong Kong bakal gelar aksi unjuk rasa besar-besaran selama pekan Natal
Mungkin karena hal ini, ketegangan mereda pada tahun 2018. Kim mengumumkan bahwa ia ingin pindah dari kebijakan byungjin untuk mengembangkan senjata nuklir dan ekonomi Korea Utara secara bersamaan, dan hanya memusatkan perhatian pada ekonomi saja.
Pertemuan gagal mengubah keadaan
Pertemuan Kim dan Trump di Singapura pada Juni tahun lalu tampaknya merupakan peluang nyata: Jika Pyongyang mengakhiri program senjata nuklirnya dan meluncurkan rudal, AS akan mendukung berakhirnya sanksi dan membantu Korea Utara membangun ekonominya.
Baca Juga: Pemimpin Hong Kong: Masa depan ekonomi kita diliputi ketidakjelasan
Tetapi setelah pertemuan kedua Kim dengan Trump gagal di Hanoi Februari ini, dan sanksi internasional -yang pada akhirnya memangkas pendapatan ekspor Pyongyang dengan melarang penjualan makanan laut Korea Utara, besi dan bijih besi- tidak dicabut, tidak ada tanda-tanda kemakmuran yang muncul di negara tersebut.
Pertemuan ketiga dengan Trump di zona demiliterisasi antara Korea Utara dan Selatan Juni ini juga gagal mengubah keadaan.
Baca Juga: China akan pangkas sejumlah tarif impor pada 1 Januari 2020
Pada hari Minggu, Korea Utara mengisyaratkan bahwa mereka akan kembali dan tetap berpegang pada pendekatan tradisional brinkmanship diplomatik untuk lebih lanjut menekan para pejabat di AS dan Korea Selatan.
Menurut kantor berita KCNA Korea Utara, Kim mengatakan dalam pertemuan Komisi Militer Pusat dari Partai Buruh yang memerintah, bahwa ia berusaha "untuk meningkatkan keseluruhan angkatan bersenjata negara itu ... secara militer dan politik".
Kim juga memprioritaskan "peningkatan yang menentukan seluruh pertahanan nasional dan hal-hal inti untuk pengembangan kemampuan militer yang berkelanjutan dan dipercepat," lapor KCNA.
Baca Juga: Trump: Kesepakatan dagang dengan China akan segera ditandatangani dalam waktu singkat
Perilaku bermusuhan Korea Utara mungkin mencerminkan frustrasi Kim, menurut Mark Tokola, mantan wakil kepala misi di kedutaan besar AS di Korea Selatan.
“Para pejabat di Seoul percaya bahwa Kim Jong-un kecewa karena program nuklirnya tidak akan membuat terobosan. Mereka pikir Kim tidak yakin mengenai apa yang harus dilakukan tentang itu,” kata Tokola, baru-baru ini setelah kembali dari perjalanan ke Korea Selatan.
“Sanksi tampaknya berhasil, menurut rekan-rekan Korea Selatan di Seoul. Ini memiliki efek besar pada Korea Utara," jelas Tokola, yang saat ini menjabat sebagai wakil presiden Korea Economic Institute of America.