Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - BEIJING. China akan meningkatkan anggaran pertahanannya sebesar 7,2% tahun ini, mempertahankan tingkat pertumbuhan yang stabil di tengah tantangan geopolitik yang semakin meningkat, termasuk ketegangan dengan Taiwan dan dampak perang di Ukraina.
Peningkatan anggaran ini diumumkan pada Rabu (5/3) dalam laporan pemerintah yang akan dirilis dalam sidang parlemen, dengan angka yang sama seperti tahun lalu.
Kenaikan ini masih jauh di atas target pertumbuhan ekonomi China tahun ini yang diperkirakan sekitar 5%.
Baca Juga: China Temukan Harta Karun Energi Tak Terbatas, Cukup untuk Kebutuhan 60.000 Tahun!
Para analis menilai bahwa angka tersebut mencerminkan ambisi Beijing untuk terus melakukan modernisasi militer meskipun menghadapi tantangan ekonomi global.
Sejak Xi Jinping menjabat sebagai presiden dan panglima tertinggi lebih dari satu dekade lalu, anggaran pertahanan China melonjak dari 720 miliar yuan pada 2013 menjadi 1,78 triliun yuan (US$245,65 miliar) tahun ini.
Xi menargetkan modernisasi penuh militer China pada 2035 dengan pengembangan teknologi persenjataan baru, termasuk rudal, kapal perang, kapal selam, serta teknologi pengawasan dan intelijen.
Laporan tahun ini menekankan pentingnya kesiapan tempur serta peningkatan strategi dan inovasi teknologi.
Namun, laporan tersebut juga menyinggung upaya perbaikan integritas di tubuh militer, merujuk pada skandal korupsi yang mengguncang Tentara Pembebasan Rakyat (PLA).
Baca Juga: China Tingkatkan Stimulus Fiskal untuk Melindungi Perekonomian
Dalam dua tahun terakhir, dua mantan menteri pertahanan dan anggota Komisi Militer Pusat telah dicopot dari jabatannya akibat kasus korupsi.
Atase militer dari berbagai negara kini memantau dengan cermat isi laporan anggaran pertahanan China.
Beberapa di antaranya menilai bahwa fokus pada kesiapan tempur akan berdampak pada semakin intensifnya latihan militer dan pengerahan pasukan di sekitar Taiwan serta kawasan Indo-Pasifik.
Pada Februari lalu, kapal perang China menggelar latihan tempur dengan peluru tajam di Laut Tasman, yang menyebabkan pengalihan rute penerbangan komersial.
Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS) yang berbasis di London mencatat dalam surveinya bahwa di tengah keterbatasan ekonomi China, pemerintah harus semakin selektif dalam menentukan prioritas pengeluaran militer.
China tetap menjadi negara dengan anggaran militer terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, yang telah mengusulkan anggaran pertahanan sebesar US$850 miliar untuk tahun 2025.
Baca Juga: Tiongkok Serang Industri Pertanian AS, Aksi Balasan Tarif Baru Trump
Analis keamanan asal Taiwan, Wen-Ti Sung, menyatakan bahwa Beijing berupaya menampilkan citra stabilitas dengan pendekatan kebijakan yang moderat dan konsisten.
Hal ini dilakukan untuk membedakan diri dari Amerika Serikat yang kini dipimpin oleh Presiden Donald Trump.
"China ingin memposisikan dirinya sebagai kekuatan super yang lebih stabil dan dapat diprediksi dibandingkan Amerika Serikat," ujar Sung, yang merupakan peneliti di lembaga kajian Atlantic Council.