Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peritel global tengah menghadapi pengawasan karena mendapat pasokan kapas yang bersumber dari Xinjiang, China yang dilanda tuduhan pelanggaran hak asasi manusia. China adalah salah satu produsen kapas top dunia dan sebagian besar tanamannya ditanam di Xinjiang.
Banyak merek dan produk yang diperkirakan secara tidak langsung dipasok produk kapas dari wilayah Xinjiang di ujung barat China.
Baca Juga: Penasihat Gedung Putih: AS dan China semakin dekat mencapai kesepakatan
Peritel asal Jepang, Muji dan Uniqlo baru-baru ini dilaporkan telah mempromosikan kapas asal Xianjing untuk meningkatkan penjualannya melalui iklan. Selain mereka, H&M, Esprit dan Adidas juga melibatkan produk kapas dari Xinjiang, menurut penyelidikan Wall Street Journal.
Banyaknya peritel global yang menggunakan produk kapas Xinjiang menjadi ironi ketika perusahaan kapas itu menerapkan kerja paksa kepada karyawannya, terutama dari suku minoritas Uighur.
"Anda tidak dapat memastikan bahwa Anda tidak memiliki tenaga kerja paksa dalam rantai pasokan Anda jika Anda melakukan bisnis kapas di China," kata Nathan Ruser, peneliti di Australian Strategic Policy Institute dilansir dari BBC, Rabu (13/11).
"Tenaga kerja di Xinjiang dan tenaga kerja paksa sangat mengakar dalam rantai pasokan yang ada di Xinjiang," ujarnya lagi.
Baca Juga: Makin nekat, aktivis pro-demokrasi serang Menteri Kehakiman Hong Kong
Pakar PBB dan kelompok hak asasi manusia mengatakan China menahan lebih dari satu juta warga Uighur dan etnis minoritas lainnya di kamp-kamp penahanan yang luas. Orang-orang di kamp itu dipaksa untuk belajar bahasa Mandarin, bersumpah setia kepada Presiden Xi Jinping, dan melepaskan keyakinan mereka.
China mengklaim bahwa orang-orang itu menghadiri pusat pelatihan kejuruan yang memberi mereka pekerjaan dan membantu mereka berintegrasi ke dalam masyarakat Tiongkok demi mencegah terorisme.
Hal itu menimbulkan kekhawatiran apakah kerja paksa telah digunakan dalam produksi kapas di wilayah tersebut. Nury Turkel, ketua Proyek Hak Asasi Manusia Uighur di Washington, mengatakan orang-orang Uighur itu ditahan, disiksa dan disapu ke dalam sistem kerja paksa yang luas di Xinjiang.
Baca Juga: Bursa Asia kompak menguat pada perdagangan terakhir pekan ini
Dalam kesaksian kepada kongres AS, ia mengatakan bahwa semakin sulit untuk mengabaikan fakta bahwa barang-barang yang diproduksi di wilayah tersebut memiliki kemungkinan besar diproduksi dengan kerja paksa.
Amy Lehr, direktur CSIS Human Rights Initiative, mengatakan dalam banyak kasus, perusahaan-perusahaan Barat tidak membeli langsung dari pabrik-pabrik di Xinjiang. "Sebaliknya, produk mungkin melewati beberapa tahap transformasi setelah meninggalkan Xinjiang sebelum mereka dikirim ke merek-merek besar dari Barat," katanya.