Sumber: Yahoo Finance | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Investor emas dan perak sedang “pamer kemenangan” tahun ini. Di sisi lain, investor kripto, khususnya bitcoin, tertinggal jauh.
Melansir Yahoo Finance, pada Jumat (26/12/2025), harga kontrak berjangka emas menembus level US$ 4.550 per ons troi, mendekati rekor tertinggi sepanjang masa. Sepanjang tahun ini, emas sudah mencetak lebih dari 50 rekor harga.
Perak bahkan melonjak lebih ekstrem. Harganya menembus US$ 75 per ons troi, dengan kenaikan sepanjang tahun mencapai 150%. Lonjakan ini dipicu kekhawatiran kelangkaan pasokan fisik di tengah permintaan industri yang sangat kuat. Logam lain seperti platinum dan tembaga juga ikut mencetak rekor harga tahun ini.
Sebaliknya, pasar kripto justru melemah. Bitcoin turun sekitar 6% sepanjang tahun, sementara Ether terkoreksi lebih dalam dengan penurunan sekitar 12%.
Sejumlah investor menyoroti kontras tajam antara performa logam mulia dan kripto. Louis Navellier, pendiri Navellier & Associates, menyebut bahwa saat ini adalah waktu yang tepat bagi investor kripto untuk “pindah haluan” ke emas.
“Dengan emas naik hampir 70% pada 2025 sementara sebagian besar kripto justru negatif, waktunya investor kripto beralih ke emas,” ujar Navellier.
Ia menilai emas unggul karena didukung pembelian bank sentral, volatilitas yang lebih rendah, serta likuiditas pasar yang lebih stabil dibanding kripto.
Baca Juga: Korea Utara Bersiap Perang? Kim Perintahkan Pabrik Rudal Ngebut
Sementara itu, Peter Schiff, tokoh yang dikenal vokal mengkritik kripto, menyindir bitcoin. Menurutnya, jika bitcoin tidak naik saat saham teknologi menguat, dan juga tidak naik saat emas serta perak melonjak, maka pertanyaannya: kapan bitcoin akan naik? Jawabannya, kata Schiff: tidak akan.
Kenaikan harga logam mulia ke rekor tertinggi terjadi di saat kripto berpotensi menutup tahun di zona merah. Bitcoin bahkan berupaya menghindari tiga bulan berturut-turut mencatat penurunan.
Menariknya, untuk pertama kalinya sejak 2014, pergerakan bitcoin terpisah dari pasar saham, meski regulasi semakin ramah dan adopsi kripto di Wall Street meningkat.
Harga bitcoin tertekan setelah investor jangka panjang melakukan aksi jual dan gelombang likuidasi memaksa harga turun sekitar 30%, dari puncak hampir US$ 126.000 pada Oktober menjadi sekitar US$ 87.000.
Kepala aset digital Fundstrat, Sean Farrell, mengatakan pergerakan bitcoin yang cenderung datar belakangan ini bukanlah kejutan. Menurutnya, akhir tahun biasanya diwarnai investor menjual aset yang merugi dan membeli aset yang sedang unggul.
Baca Juga: Perak Cetak Rekor Tertinggi Sejak 1979, Efek Langsung Gebrakan China
Namun, Farrell masih melihat peluang pemulihan pada Januari, seiring potensi masuknya dana dari investor jangka panjang. Secara historis, jika Desember ditutup negatif, Januari justru sering berakhir positif.
Perusahaan riset kripto 10X Research juga menilai peluang rebound jangka pendek mulai terbuka, karena koreksi harga sudah cukup dalam dan indikator teknikal telah “reset”.
Meski begitu, sejumlah bank besar di Wall Street justru menurunkan proyeksi harga bitcoin. Standard Chartered memangkas target harga akhir tahun bitcoin dari US$ 200.000 menjadi US$ 100.000, dan target 2026 dari US$ 300.000 menjadi US$ 150.000.
Tonton: Menko Airlangga Instruksikan WFA di Mall: Demi Dongkrak Penjualan Rp110 Triliun
Kesimpulan
Lonjakan harga emas dan perak menunjukkan kembalinya daya tarik aset lindung nilai di tengah ketidakpastian global. Sementara logam mulia mencetak rekor demi rekor, bitcoin justru kehilangan momentum dan tertinggal dari kelas aset lain. Meski peluang rebound jangka pendek masih terbuka, tekanan dari aksi jual, koreksi tajam, dan revisi turun target harga menegaskan bahwa dominasi kripto, khususnya bitcoin, tidak lagi tak tergoyahkan. Bagi investor, 2025 menjadi titik refleksi serius: bertahan di kripto atau beralih ke aset “klasik” yang terbukti lebih stabil.













