Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Prospek ekonomi global kian memburuk karena upaya untuk memerangi inflasi oleh bank sentral. Belum lagi ada tekanan perang antara Rusia dan Ukraina, dan prioritas kontrol politik China atas pertumbuhan ekonomi.
Ekonom melihat resesi global mungkin sudah berada di depan mata, dengan setidaknya pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat hampir pasti terjadi, mengutip Forbes pada Jumat (30/9). Majalah Foreign Affair menerbitkan Pelacak Kebijakan Moneter Global yang menunjukkan pengetatan di antara sebagian besar dari 54 bank sentral pada Agustus 2022.
Secara khusus, Bank Sentral Eropa telah meningkatkan suku bunganya dan mengisyaratkan lebih banyak kemungkinan kenaikan dalam beberapa bulan mendatang. Begitu juga Bank of England dan Bank of Canada.
Kemudian disusul oleh bank sentral di Australia, India, dan banyak di Amerika Latin. Sedangkan negara besar yang melonggarkan kebijakan moneter adalah Rusia dan China. Pengetatan global kemungkinan akan memperlambat pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia dan menyebabkan resesi di beberapa negara.
Baca Juga: Produsen Chip Pangkas Produksi Karena Permintaan Global Melemah
Pengetatan bukanlah kesalahan, tetapi dalam banyak kasus kebijakan itu datang terlambat, yang berarti lebih banyak kerusakan ekonomi daripada yang telah dimulai sebelumnya.
Eropa memiliki tantangan tambahan energi yang ketat. Ketergantungan mereka pada energi Rusia telah meningkat dalam dekade terakhir. Benua Biru memiliki ketergantungan hingga 25% dari total permintaan gas pada 2009 dan kemudian naik menjadi 32% pada 2021.
Dalam beberapa pekan terakhir, Uni Eropa mengumumkan rencana untuk membatasi harga yang harus dibayar untuk gas alam Rusia. Namun, Presiden Rusia Vladimir Putin mengancam akan lebih membatasi pasokan energi ke Eropa.
Skema penjatahan yang sedang dibahas ini telah memicu kenaikan harga listrik. Imbasnya industri padat energi menutup beberapa operasi mereka di Eropa. Hasilnya akan menjadi pembuka pintu resesi Eropa besar-besaran musim dingin ini.
“Ekonomi China melemah, seperti yang saya jelaskan baru-baru ini. Presiden Xi Jinping telah memprioritaskan kontrol politik dan ideologis atas pertumbuhan ekonomi, ditambah mengejar kebijakan nol-Covid yang telah menutup sebagian ekonomi,” ujar Bill Conerly, Ekonom di Forbes.
Masalah Rusia dan China membuat perusahaan di seluruh dunia mempersingkat dan menyederhanakan rantai pasokan mereka. Ini akan memakan biaya dan secara efektif mengurangi kapasitas produksi global. Perubahan akan datang perlahan, tetapi perubahan akan mengurangi produksi ekonomi di seluruh dunia.
Baca Juga: Taiwan Perkenalkan Kapal Amfibi Baru Buatan Dalam Negeri
Harga komoditas biasanya merupakan ukuran yang tepat untuk menentukan pertumbuhan ekonomi global di masa depan. Harga minyak telah turun baru-baru ini meskipun ada masalah dengan pengiriman energi Rusia dan penurunan produksi OPEC.
Harga tembaga juga telah jatuh dalam beberapa pekan terakhir. Tembaga adalah indikator ekspektasi lain yang bagus tentang pertumbuhan ekonomi.
“Kemerosotan global mungkin tidak separah krisis keuangan 2008-2009. Tetapi tentu saja lebih buruk daripada siklus kecil yang telah kita lihat. Jika terjadi serangan ke Taiwan, maka bencana ekonomi akan menimpa dunia selama beberapa tahun,” tambahnya.