Sumber: BBC | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Pemerintah Amerika Serikat (AS) menggandakan hadiah untuk informasi yang mengarah pada penangkapan Presiden Venezuela Nicolás Maduro menjadi US$ 50 juta. Washington menuduh Maduro sebagai salah satu pengedar narkoba terbesar di dunia.
Jaksa Agung AS, Pam Bondi, pada Kamis mengumumkan kenaikan hadiah dari sebelumnya US$ 25 juta.
Ia menuding Maduro terlibat langsung dalam operasi penyelundupan narkoba dan berkoordinasi dengan kelompok kriminal, termasuk geng Venezuela Tren de Aragua yang telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh pemerintahan Trump, serta Kartel Sinaloa yang berbasis di Meksiko.
Baca Juga: AS Gandakan Hadiah Penangkapan Presiden Venezuela Nicolas Maduro Menjadi US$50 Juta
Bondi mengklaim Badan Penegakan Narkoba AS (DEA) telah menyita 30 ton kokain yang terkait dengan Maduro dan rekan-rekannya, dengan hampir tujuh ton di antaranya dikaitkan langsung dengan Maduro.
Maduro membantah tuduhan tersebut. Menteri Luar Negeri Venezuela, Yvan Gil, menyebut tawaran hadiah baru itu “menyedihkan” dan menilainya sebagai “propaganda politik”.
Gil menuding Bondi berupaya mengalihkan perhatian publik dari sorotan media atas penanganan kasus pelaku kejahatan seksual Jeffrey Epstein.
Ketegangan antara AS dan Venezuela bukan hal baru. Pada masa jabatan pertama Presiden Donald Trump, pemerintahan AS mendakwa Maduro dan sejumlah pejabat tinggi Venezuela dengan tuduhan narkoterorisme, korupsi, dan perdagangan narkoba.
Baca Juga: Trump Ancam Tarif, Meksiko Balas dengan Ekstradisi 29 Bos Kartel Narkoba
Departemen Kehakiman AS menuduh Maduro bekerja sama dengan kelompok pemberontak Kolombia, FARC, untuk “menggunakan kokain sebagai senjata” dalam membanjiri pasar narkoba AS.
Maduro, yang memimpin Partai Sosialis Bersatu dan menggantikan Hugo Chávez pada 2013, kerap dituduh menindas oposisi dan membungkam perbedaan pendapat, termasuk melalui kekerasan.
Ia tetap bertahan di kekuasaan meski menghadapi protes besar pascapemilu yang dinodai tuduhan kecurangan pada awal 2025, yang hasilnya ditolak luas oleh komunitas internasional.
Kasus narkoba yang melibatkan lingkaran dalam Maduro kembali mencuat setelah mantan kepala intelijen militer Venezuela, Hugo Carvajal, ditangkap di Madrid dan diekstradisi ke AS.
Baca Juga: Inflasi AS Naik pada Juni, Inflasi Inti Masih Terkendali
Carvajal, yang dijuluki El Pollo (Si Ayam), awalnya membantah tuduhan narkoba, namun kemudian mengaku bersalah.
Langkah ini memicu spekulasi bahwa ia bekerja sama dengan otoritas AS untuk mendapatkan hukuman lebih ringan dengan memberikan informasi yang memberatkan Maduro.
Tahun ini, Inggris dan Uni Eropa juga menjatuhkan sanksi terhadap pemerintahan Maduro setelah ia kembali menjabat untuk masa jabatan baru.