Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Ekspor Jepang naik di bulan Otober 2025 atau untuk bulan kedua berturut-turut. Hal ini terjadi seiring meredanya penurunan pengiriman ke Amerika Serikat (AS) baru-baru ini.
Laporan perdagangan ini menyusul data terpisah di minggu ini, yang menunjukkan bahwa ekonomi Jepang mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam enam kuartal pada periode Juli-September akibat terpukulnya ekspor akibat tarif AS.
Jumat (21/11/2025), total ekspor berdasarkan nilai naik 3,6% secara tahunan pada bulan Oktober 2025. Menurut data tersebut, realisasi ini lebih tinggi dari perkiraan median pasar sebesar 1,1% dan menyusul kenaikan 4,2% pada bulan September.
Baca Juga: Ekonomi Tumbuh 4,2% di Kuartal III-2025, Singapura Kerek Proyeksi Ekonomi di 2025
Walau begitu, ekspor ke AS turun 3,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara, ekspor Jepang ke China naik 2,1% di bulan Oktober 2025.
Sementara itu, impor tumbuh 0,7% pada bulan Oktober dibandingkan tahun sebelumnya, dibandingkan dengan perkiraan pasar sebesar 0,7%.
Akibatnya, Jepang mengalami defisit perdagangan sebesar 231,8 miliar yen (atau setara US$ 1,47 miliar) pada bulan lalu, dibandingkan dengan perkiraan defisit sebesar 280,1 miliar yen.
AS dan Jepang meresmikan perjanjian perdagangan pada bulan September 2025 yang menerapkan tarif dasar 15% untuk hampir semua impor Jepang, dibandingkan dengan tarif awal 27,5% untuk mobil dan 25% untuk sebagian besar barang lainnya.
Hal ini memberikan sedikit kelegaan bagi produsen Jepang, tetapi para analis mengatakan pengiriman ke AS kemungkinan akan tetap lesu karena produsen mobil Jepang, yang awalnya menanggung tarif tambahan dengan memangkas harga ekspor, mulai membebankan biaya tersebut kepada konsumen AS.
Baca Juga: Trump Hapus Tarif untuk Daging Sapi Hingga Kopi Brasil
Tanda-tanda pelemahan ekonomi AS yang semakin meningkat juga dapat menambah tekanan pada eksportir Jepang, kata mereka.
Permintaan domestik yang relatif solid menjadi salah satu titik terang dalam angka PDB kuartal ketiga yang lemah minggu ini, didukung oleh belanja modal yang kuat dan konsumsi swasta yang tangguh.
Namun, pemulihan yang rapuh di ekonomi terbesar keempat di dunia ini dapat semakin terhambat oleh penurunan ekspor yang berkepanjangan.













