Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Ekspor Jepang kembali tumbuh pada September 2025 setelah tertekan selama empat bulan berturut-turut.
Kenaikan ini ditopang oleh meningkatnya permintaan dari China, meski pengiriman ke Amerika Serikat (AS) masih mengalami penurunan tajam.
Data resmi yang dirilis pada Rabu (22/10/2025) menunjukkan nilai ekspor Jepang naik 4,2% secara tahunan (YoY) pada September.
Baca Juga: Kilau Emas Meredup, Usai Ditutup Anjlok 5,2% ke Penurunan Harian Terbesar Sejak 2020
Angka ini sedikit di bawah proyeksi pasar yang memperkirakan kenaikan 4,6%, namun tetap menjadi sinyal positif setelah penurunan tipis 0,1% pada Agustus.
Sementara itu, ekspor ke AS turun 13,3% dibandingkan tahun lalu, menunjukkan lemahnya permintaan dari pasar terbesar kedua Jepang tersebut.
Sebaliknya, ekspor ke China meningkat 5,8%, menandakan mulai pulihnya aktivitas industri di Negeri Tirai Bambu.
Dari sisi impor, Jepang mencatat kenaikan 3,3% secara tahunan pada September, lebih tinggi dari perkiraan pasar sebesar 0,6%.
Dengan demikian, neraca perdagangan Jepang membukukan defisit sebesar 234,6 miliar yen (US$ 1,56 miliar), berbanding terbalik dengan ekspektasi surplus 22,2 miliar yen.
Baca Juga: Uni Eropa Larang Penggunaan Etanol di Hand Sanitizer Karena Berisiko Kanker
Pemerintah Amerika Serikat bulan lalu secara resmi menurunkan tarif dasar menjadi 15% untuk hampir seluruh produk impor asal Jepang, termasuk otomotif, dari sebelumnya 27,5%.
Kebijakan ini memberi sedikit kelonggaran bagi eksportir Jepang, terutama produsen mobil, yang selama ini menanggung beban biaya tinggi akibat perang tarif.
Namun, para analis menilai tekanan terhadap laba perusahaan Jepang masih tinggi karena banyak eksportir harus memangkas harga jual agar tetap kompetitif di pasar global.
Kondisi ini dikhawatirkan akan membatasi investasi korporasi dan pertumbuhan upah di masa mendatang.
Baca Juga: Warren Buffett Juga Manusia, Ini Kesalahan Termahal yang Pernah Dilakukannya
Gubernur Bank of Japan (BOJ) Kazuo Ueda menyatakan kesiapan bank sentral untuk melanjutkan kenaikan suku bunga secara bertahap apabila terdapat cukup bukti bahwa perusahaan Jepang mampu menahan dampak tarif dan meningkatkan investasi serta penggajian.