Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Perbedaan pandangan di antara 19 anggota Komite Pembuat Kebijakan Moneter Federal Reserve (FOMC) semakin tajam di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi, menjadi ujian tersulit bagi kemampuan Ketua The Fed Jerome Powell dalam menjaga konsensus.
Keputusan The Fed pekan lalu untuk memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin memang bukan langkah yang mengejutkan.
Namun, hasil pemungutan suara 10–2 tersebut menandai momen bersejarah: hanya untuk ketiga kalinya sejak 1990, anggota FOMC berselisih pandangan baik untuk pelonggaran maupun pengetatan kebijakan.
Baca Juga: Debat Internal The Fed Makin Panas, Miran Dorong Penurunan Suku Bunga 50 Basis Poin
Gubernur The Fed yang diangkat oleh Presiden Trump, Stephen Miran, memilih pemangkasan suku bunga yang lebih agresif sebesar 50 basis poin.
Sementara Presiden Fed Kansas City Jeffrey Schmid menolak pemangkasan dan memilih mempertahankan suku bunga.
Powell Akui Perbedaan Pandangan Menguat
Dalam konferensi pers usai pertemuan, Powell mengakui bahwa para pejabat The Fed memiliki “pandangan yang sangat berbeda” mengenai langkah ke depan.
Ia menegaskan bahwa pelonggaran tambahan pada Desember bukanlah kesimpulan pasti, berbeda dari ekspektasi pasar yang sebelumnya menilai peluang penurunan suku bunga hampir pasti.
“Keputusan Desember bisa berujung pada dua kemungkinan: pemangkasan lagi sebesar 25 basis poin, atau justru tidak ada perubahan sama sekali,” ujar Powell melansir dari Reuters pada Rabu (5/11/2025).
Baca Juga: Yen & Dolar AS Menguat Rabu (5/11): Pasar Global Bergejolak Akibat Saham Teknologi
Ketegangan di Tengah Tekanan Politik
Situasi ini terjadi di saat yang sulit. Investor kini dihadapkan pada kekosongan data ekonomi akibat penutupan sebagian pemerintahan AS, yang bisa menjadi yang terpanjang dalam sejarah.
Data yang masih tersedia menunjukkan pasar tenaga kerja yang melemah dan inflasi yang masih tinggi.
Sementara itu, tekanan politik terhadap The Fed meningkat, seiring serangan dari pemerintahan Trump yang menuduh bank sentral kehilangan independensinya.
Pemerintah juga tengah mempersiapkan calon pengganti Powell, yang masa jabatannya akan berakhir pada Mei tahun depan.
Baca Juga: Permintaan Chip AI Kuat, AMD Prediksi Pendapatan Kuartal IV Lampaui Ekspektasi
Polarisasi antara "Hawks" dan "Doves"
Seperti biasa, 19 anggota FOMC terdiri atas 12 pemilih aktif gabungan dari gubernur The Fed dan presiden bank sentral regional.
Namun kini, perpecahan antara kelompok “dovish” (pendukung pelonggaran kebijakan) dan “hawkish” (pendukung kebijakan ketat) semakin kentara.
Secara umum, para gubernur cenderung mendukung pelonggaran, sementara presiden bank-bank regional lebih berhati-hati terhadap pemangkasan lanjutan.
Sejumlah pejabat yang menentang pemangkasan, seperti Presiden Fed Dallas Lorie Logan, Presiden Fed Kansas City Jeffrey Schmid, Presiden Fed Cleveland Beth Hammack, dan Presiden Fed Chicago Austan Goolsbee, menyoroti risiko inflasi yang masih tinggi.
Sementara itu, Gubernur Miran, Christopher Waller, dan Michelle Bowman mendukung pemangkasan lanjutan.
Dua nama terakhir bahkan disebut masuk dalam daftar pendek Menteri Keuangan Scott Bessent untuk menjadi calon pengganti Powell.
Baca Juga: Pesawat Kargo UPS Jatuh di Kentucky, Sedikitnya 3 Orang Tewas
Powell Dihadapkan pada "Rapat yang Kian Bising"
Kemampuan Powell menjaga kesatuan arah kebijakan kini benar-benar diuji. Dalam beberapa bulan terakhir, perbedaan pandangan dalam rapat FOMC kian terasa.
“Lebih sulit bagi Powell untuk menciptakan konsensus di situasi seperti ini,” ujar Tim Duy, Kepala Ekonom AS di SGH Macro Advisors.
“Meski begitu, ia telah melakukan pekerjaan luar biasa selama masa jabatannya.”
Namun jika polarisasi ini terus meningkat, investor akan menghadapi situasi baru: kebijakan The Fed yang kurang bisa diprediksi dan tidak lagi sepenuhnya berbasis konsensus.
Ekonom BNP Paribas, James Egelhof, mengatakan bahwa “tingkat konsensus tinggi yang biasa dinikmati investor selama ini mungkin akan sulit tercapai dalam waktu dekat.”
Ia memperkirakan The Fed masih akan menurunkan suku bunga lagi pada Desember, tetapi prosesnya bisa menjadi “berisik dan tidak teratur,” sehingga jalur kebijakan ke depan akan lebih berguncang dan sulit ditebak.
Baca Juga: Bursa Saham Asia Melemah Tertekan Kekhawatiran Valuasi yang Terlalu Tinggi
“Polarisasi memicu ketidakpastian,” ujarnya.
Secara teori, meningkatnya ketidakpastian kebijakan akan mendorong volatilitas pasar dan kenaikan premi risiko.
Hal itu belum terjadi sejauh ini. Namun jika perbedaan sikap di FOMC terus melebar, efek tersebut bisa segera terasa.













