CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.481.000   8.000   0,54%
  • USD/IDR 15.585   85,00   0,54%
  • IDX 7.521   40,52   0,54%
  • KOMPAS100 1.169   8,10   0,70%
  • LQ45 933   4,48   0,48%
  • ISSI 227   2,02   0,90%
  • IDX30 480   1,12   0,23%
  • IDXHIDIV20 578   0,90   0,16%
  • IDX80 133   1,02   0,77%
  • IDXV30 142   1,62   1,15%
  • IDXQ30 161   0,16   0,10%

Filipina Desak Percepat Negosiasi Kode Etik Laut China Selatan


Jumat, 11 Oktober 2024 / 07:51 WIB
Filipina Desak Percepat Negosiasi Kode Etik Laut China Selatan
ILUSTRASI. Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr mendesak para pemimpin Asia Tenggara dan China untuk segera mempercepat negosiasi kode etik untuk Laut China Selatan. MEDIA CENTER KTT ASEAN 2023/M Agung Rajasa


Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - VIENTIANE. Pada Kamis (10/10/2024), Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr mendesak para pemimpin Asia Tenggara dan China untuk segera mempercepat negosiasi kode etik untuk Laut China Selatan.

Hal tersebut diungkapkan Filipina dalam sebuah pertemuan puncak regional, sambil menuduh Beijing melakukan pelecehan dan intimidasi.

Melansir Reuters, berbicara di Laos di hadapan para pemimpin ASEAN dan Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang, Marcos mengatakan kemajuan substantif diperlukan dan semua pihak harus sungguh-sungguh terbuka untuk mengelola perbedaan secara serius dan mengurangi ketegangan.

Tiongkok dan Filipina telah berselisih pendapat atas serangkaian konfrontasi di dekat fitur yang disengketakan di Laut China Selatan. Manila menuduh penjaga pantai Tiongkok melakukan agresi. Sementara, Beijing marah atas apa yang disebutnya provokasi berulang dan serangan teritorial.

Perselisihan tersebut berlangsung sengit dan telah menimbulkan kekhawatiran regional akan eskalasi yang pada akhirnya dapat melibatkan Amerika Serikat, yang memiliki perjanjian pertahanan tahun 1951 yang mewajibkannya untuk membela Filipina jika diserang.

"Harus ada urgensi yang lebih besar dalam langkah negosiasi tata etik ASEAN-Tiongkok," kata Marcos dalam pertemuan tersebut, menurut pernyataan resmi dari kantornya.

Baca Juga: Kapal Selam Nuklir Terbaru China Tenggelam di Dermaga

Dia menambahkan, "Sangat disesalkan bahwa situasi keseluruhan di Laut China Selatan tetap tegang dan tidak berubah. Kami terus menjadi sasaran pelecehan dan intimidasi."

Berdasarkan peta lamanya, Tiongkok mengklaim kedaulatan atas hampir seluruh Laut China Selatan dan telah mengerahkan armada penjaga pantai jauh ke dalam Asia Tenggara, termasuk zona ekonomi eksklusif Malaysia, Brunei, Filipina, dan Vietnam.

Ide tentang kode maritim pertama kali disetujui antara Tiongkok dan ASEAN pada tahun 2002. Akan tetapi, proses formal pembuatannya baru dimulai pada tahun 2017.

Kemajuan sejak saat itu berjalan sangat lambat, dengan waktu bertahun-tahun dihabiskan untuk membahas kerangka kerja dan modalitas negosiasi serta pedoman yang dikeluarkan untuk mencoba mempercepatnya. Beberapa anggota ASEAN khawatir kode etik tersebut tidak akan mengikat secara hukum.

Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn, dalam sebuah wawancara dengan Reuters, mengatakan tentang proses tersebut. 

"Ini tidak statis, ini bukan keadaan yang terhenti," jelasnya.

Baca Juga: Kapal Selam Nuklir Terbaru China Tenggelam di Dermaga

Marcos menyuarakan rasa frustrasi karena pihak-pihak yang terlibat tidak dapat menyetujui hal-hal yang sederhana. Misalnya saja, definisi konsep yang mendasar seperti 'menahan diri' belum mencapai konsensus.

Ketika ditanya tentang pernyataan tersebut, juru bicara kementerian luar negeri Tiongkok Mao Ning mengatakan China berkomitmen untuk mempromosikan konsultasi tentang kode tersebut dan selalu bersikeras menangani perselisihan melalui dialog dan konsultasi.

"Pada saat yang sama, Tiongkok dengan tegas menentang segala pelanggaran dan provokasi, dan dengan tegas melindungi kedaulatan teritorial serta hak dan kepentingan maritimnya," kata Mao.

Para pemimpin ASEAN bergabung di Laos pada hari Kamis dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Perdana Menteri India Narendra Modi, Perdana Menteri baru Jepang Shigeru Ishiba, dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, menjelang pertemuan pleno KTT Asia Timur pada hari Jumat.

Baca Juga: Eskalasi Konflik Naik, Ini Langkah Negara-Negara Mengevakuasi Warganya dari Lebanon

Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol dan Ishiba dari Jepang dijadwalkan untuk mengadakan pertemuan puncak pertama mereka di Laos pada hari Kamis, karena kedua negara tetangga tersebut berupaya untuk memperdalam hubungan keamanan dan ekonomi.

Yoon telah mendorong untuk memperbaiki hubungan dengan Tokyo dan meningkatkan kerja sama keamanan trilateral yang melibatkan Washington sebagai prioritas diplomatik utama, berdasarkan kemajuan yang dicapai oleh pendahulu Yoon dan Ishiba, Fumio Kishida.

Selanjutnya: Cermati Rekomendasi Saham INDF, TKIM, WIKA dan JPFA untuk Hari Ini (11/10)

Menarik Dibaca: IHSG Cenderung Konsolidasi di Perdagangan Akhir Pekan (11/10)




TERBARU
Kontan Academy
Eksekusi Jaminan Fidusia Pasca Putusan MK Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES)

[X]
×