Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Pada Jumat (31/5/2024), juru bicara militer China menuduh Filipina melakukan aksi “provokasi”.
Para pengamat khawatir bahwa eskalasi apa pun dapat memicu konflik di Laut China Selatan antara China dan Amerika.
AS terikat oleh perjanjian yang ditandatangani dengan Filipina untuk membela negara Asia Tenggara tersebut, jika negara tersebut diserang.
AS sebelumnya mengatakan pihaknya akan mempertahankan komitmen “kuat” terhadap sekutu-sekutunya di kawasan, dan berupaya mendekatkan mereka termasuk mengadakan pertemuan puncak dengan Filipina dan Jepang bulan lalu.
Aturan baru penjaga pantai China
Sebelumnya, pada Rabu (29/5/2024), Marcos mengatakan peraturan baru yang diterapkan oleh penjaga pantai China yang dapat mengakibatkan penahanan orang asing di Laut China Selatan merupakan suatu eskalasi dan "mengkhawatirkan".
Mengutip Reuters, China yang memiliki sengketa kedaulatan maritim dengan Filipina dan negara-negara lain, mengeluarkan peraturan baru yang berlaku efektif pada tanggal 15 Juni 2024.
Aturan itu akan menegakkan undang-undang penjaga pantai tahun 2021 dan mengizinkan penahanan orang asing yang dicurigai melakukan pelanggaran.
Baca Juga: Diam-Diam, Angkatan Laut AS dan Taiwan Gelar Latihan di Pasifik pada April 2024
"Kebijakan baru yang mengancam akan menahan warga negara kita sendiri, itu berbeda. Itu justru memperburuk situasi," kata Marcos kepada wartawan saat kunjungan kenegaraan ke Brunei.
Dia menambahkan, Filipina akan menggunakan titik kontak mana pun dengan China untuk menghentikan tindakan agresif dan mengizinkan nelayan Filipina menangkap ikan di Laut China Selatan.
Jika tindakan agresif dapat dikelola, kata Marcos, maka semua pihak dapat menjalankan bisnis dengan cara yang damai.