Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - MANILA. Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr telah memperingatkan China untuk tidak melewati garis merah di Laut China Selatan. Seperti yang diketahui, kebuntuan antar kedua negara terus meningkat.
Melansir BBC, Marcos memperingatkan, jika ada warga Filipina yang tewas akibat tindakan yang disengaja dari China, Filipina akan menganggapnya sebagai “tindakan perang” dan akan memberikan tanggapan yang sesuai.
“Jika dengan tindakan yang disengaja seorang warga Filipina – tidak hanya prajurit, tapi bahkan warga negara Filipina – terbunuh… itu menurut saya sangat, sangat dekat dengan apa yang kami definisikan sebagai tindakan perang dan oleh karena itu kami akan meresponsnya dengan tepat. Dan mitra perjanjian kami, saya yakin, juga memiliki standar yang sama,” jelas Marcos.
Ia mencatat bahwa warga Filipina terluka dalam bentrokan baru-baru ini, namun belum ada yang tewas.
“Saat kami mencapai titik itu, tentu saja kami akan melintasi Rubicon. Apakah itu garis merah? Hampir pasti itu akan menjadi garis merah,” katanya.
Baca Juga: China Kecam Keras Penempatan Rudal AS di Filipina
Marcos berbicara di forum keamanan di Singapura yang dihadiri oleh para pemimpin pertahanan dari seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat dan China.
Sebagai tanggapan, juru bicara militer China menuduh Filipina mengalihkan kesalahan ke Tiongkok dan mencoreng dan menyerang China.
Dalam beberapa bulan terakhir, perselisihan yang sudah berlangsung lama antara China dan Filipina mengenai wilayah di Laut China Selatan telah meningkat menjadi bentrokan yang agresif.
Manila sangat mengeluhkan kapal patroli China yang menembakkan meriam air ke kapal dan kapal pasokan Filipina.
Sementara, Beijing mengatakan bahwa mereka mempertahankan kedaulatannya.
Baca Juga: Laut China Selatan Memanas, Filipina Bakal Beli Lima Kapal Patroli dari Jepang
Pada Jumat (31/5/2024), juru bicara militer China menuduh Filipina melakukan aksi “provokasi”.
Para pengamat khawatir bahwa eskalasi apa pun dapat memicu konflik di Laut China Selatan antara China dan Amerika.
AS terikat oleh perjanjian yang ditandatangani dengan Filipina untuk membela negara Asia Tenggara tersebut, jika negara tersebut diserang.
AS sebelumnya mengatakan pihaknya akan mempertahankan komitmen “kuat” terhadap sekutu-sekutunya di kawasan, dan berupaya mendekatkan mereka termasuk mengadakan pertemuan puncak dengan Filipina dan Jepang bulan lalu.
Aturan baru penjaga pantai China
Sebelumnya, pada Rabu (29/5/2024), Marcos mengatakan peraturan baru yang diterapkan oleh penjaga pantai China yang dapat mengakibatkan penahanan orang asing di Laut China Selatan merupakan suatu eskalasi dan "mengkhawatirkan".
Mengutip Reuters, China yang memiliki sengketa kedaulatan maritim dengan Filipina dan negara-negara lain, mengeluarkan peraturan baru yang berlaku efektif pada tanggal 15 Juni 2024.
Aturan itu akan menegakkan undang-undang penjaga pantai tahun 2021 dan mengizinkan penahanan orang asing yang dicurigai melakukan pelanggaran.
Baca Juga: Diam-Diam, Angkatan Laut AS dan Taiwan Gelar Latihan di Pasifik pada April 2024
"Kebijakan baru yang mengancam akan menahan warga negara kita sendiri, itu berbeda. Itu justru memperburuk situasi," kata Marcos kepada wartawan saat kunjungan kenegaraan ke Brunei.
Dia menambahkan, Filipina akan menggunakan titik kontak mana pun dengan China untuk menghentikan tindakan agresif dan mengizinkan nelayan Filipina menangkap ikan di Laut China Selatan.
Jika tindakan agresif dapat dikelola, kata Marcos, maka semua pihak dapat menjalankan bisnis dengan cara yang damai.