Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - BANFF, Alberta. Para menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari negara-negara demokrasi anggota Kelompok G7 menyepakati komitmen untuk mengatasi ketimpangan global yang berlebihan dan menyatakan kemungkinan memperluas sanksi terhadap Rusia, meskipun menghindari perdebatan terbuka soal tarif tinggi dari Presiden AS Donald Trump.
Sebelum pertemuan dimulai, sempat muncul keraguan apakah G7 akan menghasilkan komunike bersama, menyusul perbedaan sikap atas tarif AS dan keengganan Washington menyebut perang Rusia di Ukraina sebagai tindakan “ilegal.”
Baca Juga: Negara Anggota G7 Mendesak Dialog Langsung India-Pakistan
Namun setelah tiga hari pembicaraan di Pegunungan Rocky, Kanada, para peserta akhirnya menyetujui dokumen panjang sebagai hasil pertemuan.
"Kami menemukan titik temu pada isu-isu global paling mendesak," kata Menteri Keuangan Kanada Francois-Philippe Champagne dalam konferensi pers penutupan.
"Ini mengirim sinyal jelas bahwa G7 bersatu dalam tujuan dan tindakan."
Sorotan terhadap Praktik Ekonomi Non-Pasar
Dalam komunike tersebut, G7 menyuarakan perlunya pemahaman bersama tentang bagaimana “praktik dan kebijakan non-pasar” dapat merusak stabilitas ekonomi internasional.
Meskipun tidak secara eksplisit menyebut Tiongkok, istilah tersebut secara umum merujuk pada subsidi negara dan model ekspor yang kerap dikaitkan dengan ekonomi Tiongkok.
Namun demikian, komunike tidak menyinggung tarif-tarif AS yang telah mengganggu rantai pasok global dan menambah ketidakpastian ekonomi.
Champagne meremehkan absennya bahasa soal tarif dalam komunike, namun menegaskan isu tersebut dibahas secara terbuka.
Baca Juga: Trump Ingin Bangun Golden Dome, Apa Tanggapan Rusia?
Kanada sendiri sedang berupaya mencapai kesepakatan untuk menghapus tarif 25% yang diberlakukan Trump atas sejumlah komoditas, termasuk baja dan aluminium.
"Tarif tidak bisa dihindari jika kita ingin mendorong pertumbuhan dan stabilitas ekonomi," ujarnya.
Pertemuan ini menjadi pembuka bagi KTT Pemimpin G7 yang akan digelar pada 15–17 Juni di Kananaskis, Alberta, dengan kehadiran Trump telah dikonfirmasi Gedung Putih.
Aturan Main yang Setara dan Ketahanan Rantai Pasok
Komunike juga menyerukan pentingnya analisis konsentrasi pasar dan ketahanan rantai pasok internasional, serta menekankan pentingnya “level playing field” dalam perdagangan global.
Salah satu perhatian adalah peningkatan pengiriman paket bernilai rendah (de minimis) lintas negara, yang dapat membebani sistem bea cukai dan dimanfaatkan untuk penyelundupan barang ilegal, termasuk narkotika.
Baca Juga: Putin Umumkan Zona Penyangga di Sepanjang Perbatasan Rusia dengan Ukraina
Skema bebas bea untuk paket di bawah US$800 disebut telah dimanfaatkan oleh perusahaan e-commerce Tiongkok seperti Shein dan Temu.
Kedutaan Besar China di Ottawa belum memberikan tanggapan atas pernyataan tersebut.
Perang Ukraina: Nada Kompromi
Para menteri G7 mengecam "perang brutal yang berkelanjutan" Rusia di Ukraina, dan menyatakan jika upaya gencatan senjata gagal, G7 akan mempertimbangkan langkah sanksi lanjutan.
Namun, komunike kali ini menggunakan bahasa yang lebih lunak dibandingkan pernyataan G7 sebelumnya pada Oktober, yang saat itu menyebut invasi Rusia sebagai "perang ilegal, tak dapat dibenarkan, dan tak beralasan."
Perubahan ini mencerminkan posisi Presiden Trump yang melemahkan dukungan AS terhadap Ukraina dan menyalahkan Kyiv atas konflik tersebut dalam upaya mendorong negosiasi damai dengan Moskow.
Baca Juga: Paus Leo XIV Menjadi Tuan Rumah Dialog Perdamaian Ukraina-Rusia
G7 juga menegaskan bahwa negara-negara yang mendanai perang Rusia tidak akan diperbolehkan ikut dalam rekonstruksi Ukraina.
Meski tidak menyebut negara secara eksplisit, pernyataan ini mengarah pada Tiongkok yang dituduh Barat memasok komponen penting bagi militer Rusia.
Aset Rusia yang dibekukan di yurisdiksi G7 akan tetap ditahan hingga Moskow mengakhiri perang dan membayar kerusakan di Ukraina, demikian isi komunike.
Harga Minyak Rusia dan Sikap AS
Uni Eropa sebelumnya mengusulkan untuk menurunkan batas harga ekspor minyak Rusia dari level saat ini US$60 per barel, karena harga pasar minyak Rusia kini berada di bawah ambang batas tersebut (Brent sekitar US$64).
Namun, ide ini tidak masuk dalam komunike, lantaran Menteri Keuangan AS Scott Bessent belum yakin perlunya perubahan.
Baca Juga: Trump Sebut Rusia-Ukraina Setuju Gelar Perundingan, Putin Ucapkan Terima Kasih
Seorang pejabat Eropa mengatakan AS “belum yakin” tentang efektivitas penurunan batas harga tersebut.
Departemen Keuangan AS belum memberikan komentar.
Bessent Tampil di Balik Layar
Scott Bessent, yang sebelumnya melewatkan pertemuan G20 di Cape Town Februari lalu, hadir di Banff dan dinilai sejumlah peserta lebih terbuka dan konstruktif meski mengambil profil rendah.
Ia tidak menggelar konferensi pers dan hanya memberi satu pernyataan publik singkat: "Hari saya sangat produktif," ujarnya kepada seorang wartawan.