Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
Data yang dirilis Senin (16/3) menunjukkan penjualan ritel di ekonomi terbesar kedua di dunia itu anjlok 20,5% dalam dua bulan pertama tahun ini, dengan sektor restoran merosot 43,1%.
Layanan ini mengalami pukulan lebih besar dari manufaktur. Ekonom Barclays pekan lalu memperkirakan penurunan output sekitar 70% YoY di Februari 2020 sebelum membaik menjadi penurunan 40%-45%. Itu dibandingkan dengan penurunan 30%-35% untuk manufaktur.
Baca Juga: Efek corona, Fitch pangkas pertumbuhan ekonomi global
Pemerintah China telah memangkas suku bunga, memerintahkan bank untuk meningkatkan pinjaman dan melonggarkan kriteria kredit bagi perusahaan untuk memulai kembali operasi dan mengembalikan perekonomian ke jalurnya . Pemerintah daerah juga meluncurkan stimulus untuk membawa pelanggan keluar dari rumah mereka untuk berbelanja.
Provinsi Anhui, Jiangxi, dan Jiangsu pekan lalu mendesak para pejabat menghimbau pengusaha restoran dan pusat perbelanjaan untuk buka kembali setelah berminggu-minggu tutup.
Nanjing membagikan kupon untuk belanja makanan dan minuman, olahraga, barang elektronik, dan buku-buku, sementara warga di Hangzhou disuguhi bus dan kereta bawah tanah gratis.
Upaya itu datang terlambat untuk membantu Song Hongyang, pendiri restoran yang berbasis di Shenzhen, Zui Weng Ting. Dia menutup operasi pada 1 Maret 2020 setelah lebih dari 20 tahun berbisnis, karena tidak mampu membayar uang sewa lebih dari 10.000 yuan atau setara US$ 1.400 dan gaji karyawan per hari.
Baca Juga: Walmart rekrut 150.000 pekerja baru saat panic buying melanda AS
Akibatnya, dia dan pemilik setidaknya tiga restoran lain di dekatnya berusaha menjual toko mereka. "Aku belum mengalami waktu yang lebih sulit dari ini dan hampir bisnis ini di titik nol," kata Song.