kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.587.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.370   -5,00   -0,03%
  • IDX 7.155   47,14   0,66%
  • KOMPAS100 1.057   5,10   0,48%
  • LQ45 832   4,41   0,53%
  • ISSI 214   1,71   0,81%
  • IDX30 429   2,76   0,65%
  • IDXHIDIV20 512   2,62   0,51%
  • IDX80 121   0,63   0,53%
  • IDXV30 124   0,17   0,14%
  • IDXQ30 141   0,95   0,68%

Gencatan Senjata Gagal, Israel Kembali Luncurkan Serangan ke Gaza


Minggu, 19 Januari 2025 / 15:56 WIB
Gencatan Senjata Gagal, Israel Kembali Luncurkan Serangan ke Gaza
ILUSTRASI. Ketegangan di Gaza semakin meningkat setelah Israel dan Hamas gagal memenuhi tenggat waktu untuk gencatan senjata. REUTERS/Rami Ali 


Sumber: Reuters | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JERUSALEM/CAIRO. Ketegangan di Gaza semakin meningkat setelah Israel dan Hamas gagal memenuhi tenggat waktu untuk gencatan senjata yang dijadwalkan pada 19 Januari 2025.

Gencatan senjata ini menjadi kunci penting dalam upaya menghentikan perang yang telah berlangsung sejak Oktober 2023. Meski kedua belah pihak telah mencapai kesepakatan untuk pembebasan sandera dan pertukaran tahanan, implementasi kesepakatan ini menghadapi berbagai hambatan yang memperlambat prospek perdamaian.

Latar Belakang Konflik Gaza

Perang antara Israel dan Hamas dimulai pada 7 Oktober 2023 setelah kelompok militan Hamas, yang menguasai Jalur Gaza, melancarkan serangan terhadap Israel, menyebabkan lebih dari 1.200 korban jiwa di pihak Israel.

Baca Juga: Kabinet Keamanan Israel Rekomendasikan Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Sebagai balasan, Israel melancarkan serangan udara dan darat besar-besaran yang menghancurkan banyak bagian Gaza, dengan lebih dari 47.000 warga Palestina yang tewas, menurut otoritas kesehatan Gaza.

Konflik ini juga memicu ketegangan lebih luas di Timur Tengah, dengan dukungan dari Iran terhadap Hamas yang memperburuk ketegangan antara Israel dan negara-negara di kawasan tersebut.

Perjanjian Gencatan Senjata dan Pembebasan Sandera

Kesepakatan gencatan senjata yang diusulkan mencakup pembebasan sejumlah sandera yang ditahan oleh Hamas dan pertukaran tahanan dengan pihak Israel.

Namun, proses implementasi gencatan senjata ini mengalami kemunduran, yang sebagian besar disebabkan oleh keterlambatan dalam penyampaian daftar nama sandera yang akan dibebaskan. Israel mengharuskan Hamas untuk memberikan daftar tersebut sebelum gencatan senjata dapat dilaksanakan.

Proses Pembebasan Sandera

Dalam perjanjian yang dirundingkan oleh mediator internasional seperti Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat, tahap pertama dari gencatan senjata mencakup pembebasan 33 sandera yang terdiri dari wanita, anak-anak, dan individu yang sakit atau terluka.

Sebagai imbalannya, Israel akan membebaskan hampir 2.000 tahanan Palestina yang sebagian besar adalah anggota kelompok militan yang terlibat dalam serangan terhadap Israel.

Pada 19 Januari 2025, tiga sandera wanita dijadwalkan untuk dibebaskan sebagai bagian dari implementasi gencatan senjata ini. Namun, keterlambatan dalam penyerahan daftar nama sandera yang akan dibebaskan menyebabkan pembatalan pelaksanaan gencatan senjata pada waktu yang telah ditentukan.

Baca Juga: Biden Meminta Netanyahu untuk Lebih Memperhatikan Rakyat Palestina

Hambatan dalam Proses Gencatan Senjata

Hamas mengklaim bahwa keterlambatan dalam penyediaan daftar nama sandera disebabkan oleh "masalah teknis lapangan", tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut. Israel, di sisi lain, menyatakan bahwa gencatan senjata tidak akan dimulai sampai daftar sandera tersebut diterima oleh pihak berwenang di Israel.

Sebagai bagian dari kesepakatan, pasukan Israel mulai menarik diri dari beberapa area di Gaza, termasuk wilayah Rafah dan koridor Filadelfi di sepanjang perbatasan antara Gaza dan Mesir. Penarikan ini merupakan langkah awal menuju implementasi gencatan senjata yang lebih luas, meskipun situasi di lapangan tetap penuh ketidakpastian.

Implikasi Geopolitik dan Sosial dari Gencatan Senjata

Perang Gaza telah menyebabkan dampak yang jauh lebih luas daripada sekadar kerusakan fisik di wilayah tersebut. Ketegangan yang meningkat antara Israel dan Iran, serta keterlibatan kelompok militan lain seperti Hezbollah, menciptakan ketidakstabilan yang merambah ke seluruh Timur Tengah.

Pembebasan sandera dapat menjadi langkah penting dalam meredakan ketegangan ini, tetapi jalan menuju perdamaian yang langgeng masih penuh dengan tantangan besar.

Di dalam Israel, pembebasan sandera diharapkan dapat meredakan ketegangan domestik dan mengurangi tekanan terhadap pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Sebaliknya, Hamas, meskipun berkomitmen pada gencatan senjata, menghadapi tantangan besar dalam hal logistik dan koordinasi dengan mediator internasional untuk memastikan pemenuhan syarat-syarat gencatan senjata.

Masa Depan Gaza dan Pemulihan Pasca-Perang

Meskipun gencatan senjata ini menawarkan harapan, masa depan Gaza tetap penuh ketidakpastian. Pembebasan sandera dan pertukaran tahanan hanya merupakan bagian kecil dari tantangan yang lebih besar terkait dengan rekonstruksi Gaza pasca-perang.

Baca Juga: Netanyahu Tunda Pemungutan Suara Kabinet Soal Gencatan Senjata Gaza, Ini Tanggapan AS

Proses rekonstruksi ini membutuhkan miliaran dolar dan waktu bertahun-tahun untuk membangun kembali infrastruktur yang hancur, serta menciptakan solusi jangka panjang bagi keamanan dan perdamaian di wilayah tersebut.

Pemulihan Gaza tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan internasional yang kuat, baik dalam bentuk bantuan kemanusiaan, investasi infrastruktur, maupun dukungan politik untuk mencapai kesepakatan damai yang dapat bertahan lama.

Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat akan memainkan peran kunci dalam memastikan bahwa gencatan senjata ini bukan hanya sebuah perjanjian sementara, tetapi sebuah langkah menuju perdamaian yang lebih stabil dan berkelanjutan di Timur Tengah.

Selanjutnya: KPK Geledah 4 Lokasi Terkait Kasus Korupsi Taspen, Sita Uang hingga Apartemen

Menarik Dibaca: Film 1 Kakak 7 Ponakan Siap Sentuh Hati Penonton Bioskop



TERBARU

[X]
×