Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
Sejarah Panjang Inggris di Palestina
Langkah Inggris juga dikaitkan dengan Deklarasi Balfour 1917 yang menjanjikan pembentukan negara Yahudi tanpa mengurangi hak-hak Arab.
Pasukan Inggris saat itu merebut Yerusalem dari Turki Utsmani, lalu mendapat mandat internasional untuk mengelola Palestina.
Sejumlah akademisi menilai, pengakuan negara Palestina hanyalah langkah awal.
“Inggris berutang lebih dari sekadar pengakuan. Mereka harus meminta maaf dan memberi reparasi,” kata pakar hukum internasional Victor Kattan.
Ancaman Retaliasi Israel
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bulan ini bahwa tidak akan pernah ada negara Palestina.
Baca Juga: Ternyata, Ini Alasan Mengapa Jepang Tidak akan Mengakui Negara Palestina
Menteri Keamanan Israel Itamar Ben-Gvir bahkan menyebut keputusan Inggris, Kanada, dan Australia sebagai hadiah untuk “pembunuh”, merujuk pada serangan Hamas 7 Oktober 2023.
Israel menegaskan, pengakuan Palestina justru memperkuat Hamas. Ben-Gvir juga berencana mengajukan usulan aneksasi de facto Tepi Barat dalam rapat kabinet berikutnya.
Dukungan Kanada dan Australia
Perdana Menteri Kanada Mark Carney menegaskan bahwa negaranya mendukung Palestina sekaligus Israel untuk hidup damai berdampingan.
Sedangkan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese bersama Menteri Luar Negeri Penny Wong menyatakan pengakuan terhadap Palestina dilakukan untuk memulihkan momentum solusi dua negara, dengan syarat gencatan senjata di Gaza dan pembebasan sandera. “Hamas tidak boleh punya peran dalam Palestina,” tegas mereka.
Korban Perang yang Membengkak
Serangan Hamas 2023 menewaskan 1.200 orang di Israel dan menyandera 251 orang.
Baca Juga: PBB: Israel Genosida di Gaza, 65.000 Warga Palestina Tewas, Ini Daftar Buktinya
Israel lalu membalas dengan operasi militer besar-besaran yang, menurut otoritas kesehatan Gaza, telah menewaskan lebih dari 65.000 warga Palestina mayoritas sipil serta menimbulkan kelaparan dan kehancuran luas.
Menteri Luar Negeri Palestina Varsen Aghabekian Shahin menyambut pengakuan baru ini.
“Ini langkah mendekatkan kami pada kedaulatan. Mungkin tidak langsung mengakhiri perang, tetapi ini fondasi untuk masa depan,” katanya.