Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - YERUSALEM/KAIRO. Israel memblokir masuknya truk bantuan ke Gaza pada Minggu (2/3) di tengah kebuntuan mengenai gencatan senjata yang telah menghentikan pertempuran selama enam minggu terakhir.
Hamas pun menyerukan kepada mediator Mesir dan Qatar untuk turun tangan.
Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya menyatakan telah mengadopsi proposal dari utusan Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff, untuk gencatan senjata sementara di Gaza selama periode Ramadan dan Paskah Yahudi, beberapa jam setelah fase pertama gencatan senjata sebelumnya berakhir.
Jika disepakati, gencatan senjata ini akan menghentikan pertempuran hingga akhir Ramadan pada 31 Maret dan Paskah Yahudi pada 20 April.
Baca Juga: Israel Setuju Gencatan Senjata Sementara di Gaza Selama Puasa & Paskah, Ini Syaratnya
Namun, gencatan senjata ini bergantung pada syarat bahwa Hamas harus membebaskan setengah dari para sandera yang masih hidup dan yang telah meninggal pada hari pertama, dengan sisanya dibebaskan setelah kesepakatan permanen tercapai.
Hamas menyatakan tetap berpegang pada gencatan senjata yang telah disepakati sebelumnya, yang seharusnya berlanjut ke fase kedua dengan negosiasi untuk mengakhiri perang secara permanen.
Kelompok itu menolak perpanjangan sementara dari gencatan senjata 42 hari tersebut.
Empat Warga Palestina Tewas, Hamas Tolak Perpanjangan Fase Pertama
Menunjukkan rapuhnya kesepakatan ini, pejabat kesehatan setempat melaporkan bahwa empat warga Palestina tewas akibat tembakan Israel dalam serangan terpisah di Gaza bagian utara dan selatan.
Militer Israel mengklaim bahwa mereka menembak "tersangka" yang mendekati pasukan di Gaza utara dan diduga menanam bom. Serangan udara pun dilakukan untuk "menghilangkan ancaman" tersebut.
Sumber dari Mesir mengatakan pada Jumat (1/3) bahwa delegasi Israel di Kairo berusaha memperpanjang fase pertama gencatan senjata selama 42 hari, sementara Hamas ingin langsung beralih ke fase kedua.
Baca Juga: Uni Eropa: Warga Gaza Harus Kembali ke Rumah dengan Bermartabat
Juru bicara Hamas Hazem Qassem menegaskan bahwa kelompoknya menolak "formulasi" Israel yang ingin memperpanjang fase pertama.
Dalam fase pertama gencatan senjata, Hamas telah membebaskan 33 sandera Israel dan 5 warga Thailand, sebagai bagian dari pertukaran dengan sekitar 2.000 tahanan Palestina dari penjara Israel dan penarikan sebagian pasukan Israel dari Gaza.
Berdasarkan kesepakatan awal, fase kedua seharusnya memulai negosiasi untuk membebaskan 59 sandera yang tersisa, sekaligus membahas penarikan penuh pasukan Israel dan pengakhiran perang.
Namun, pembicaraan itu tak pernah dimulai. Israel menyatakan bahwa pertempuran tidak akan berhenti sebelum semua sandera dikembalikan.
"Israel tidak akan mengizinkan gencatan senjata tanpa pembebasan sandera," kata kantor Netanyahu. Israel juga mengumumkan bahwa mereka akan menangguhkan semua pengiriman barang dan bantuan ke Gaza.
"Jika Hamas terus menolak, akan ada konsekuensi tambahan."
Hamas mengecam tindakan Israel sebagai "pemerasan" dan "pengkhianatan terang-terangan terhadap perjanjian".
"Kami menyerukan para mediator untuk menekan pendudukan agar memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian di semua tahapannya," ujar Hamas.
Mereka juga menegaskan bahwa satu-satunya cara untuk membebaskan sandera adalah dengan mematuhi perjanjian dan memulai negosiasi fase kedua.
Baca Juga: Ultimatum Israel: Gencatan Senjata Gaza Berakhir Jika Sandera Tak Dibebaskan Sabtu
Israel dan Hamas Saling Tuduh, Negosiasi di Kairo
Menyikapi penangguhan bantuan, pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan kepada Reuters bahwa keputusan tersebut akan berdampak pada pembicaraan gencatan senjata. Ia menegaskan bahwa Hamas "tidak akan tunduk pada tekanan."
Pada Minggu malam (2/3), pejabat Israel mengumumkan bahwa delegasi mereka akan berangkat ke Kairo untuk membahas cara meredakan ketegangan dan memastikan gencatan senjata tetap berlangsung.
Israel: Bantuan Bukan untuk Diberikan Secara Gratis
Dalam konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri Kroasia, Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar menyatakan bahwa warga Palestina di Gaza tidak akan mendapatkan bantuan secara cuma-cuma.
Menurutnya, negosiasi lanjutan harus dikaitkan dengan pembebasan para sandera.
Saar juga mengklaim bahwa Amerika Serikat memahami keputusan Israel untuk menghentikan masuknya barang ke Gaza, dan menuduh Hamas sebagai penyebab kebuntuan dalam negosiasi.
Selama enam minggu terakhir, kedua belah pihak saling menuduh melanggar perjanjian. Meski sempat mengalami beberapa hambatan, kesepakatan tetap berjalan dengan pelaksanaan pertukaran sandera dan tahanan sesuai fase pertama.
Namun, terdapat perbedaan besar dalam negosiasi gencatan senjata permanen, termasuk terkait siapa yang akan mengelola Gaza setelah perang dan apa masa depan Hamas.
Baca Juga: Trump Cawe-cawe soal Gaza, Solusi Dua Negara Kandas di Tangan AS?
Israel bersikeras bahwa Hamas tidak boleh terlibat dalam pemerintahan Gaza pascaperang. Mereka juga menolak keterlibatan Otoritas Palestina (PA), yang saat ini menjalankan pemerintahan terbatas di Tepi Barat.
Sementara itu, Hamas menyatakan tidak bersikeras untuk tetap memerintah Gaza, tetapi menegaskan bahwa mereka harus dilibatkan dalam diskusi mengenai pemerintahan di masa depan.
Situasi semakin rumit setelah muncul usulan dari Donald Trump untuk memindahkan populasi Palestina dari Gaza dan mengubah wilayah tersebut menjadi proyek properti di bawah kepemilikan AS.