Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - DOHA/KAIRO/YERUSALEM. Hamas dan Israel mencapai kesepakatan untuk gencatan senjata di Gaza yang menurut para mediator akan berlaku pada hari Minggu (19/1/2025).
Kesepakatan tersebut mencakup pembebasan sandera yang ditawan di sana selama 15 bulan pertumpahan darah yang menghancurkan daerah kantong Palestina dan mengobarkan amarah di Timur Tengah.
Melansir Reuters, kesepakatan bertahap yang rumit ini menguraikan gencatan senjata awal selama enam minggu dengan penarikan pasukan Israel secara bertahap dari Jalur Gaza, tempat puluhan ribu orang telah terbunuh.
Para sandera yang ditawan oleh kelompok militan Hamas, yang menguasai Gaza, akan dibebaskan sebagai ganti tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel.
Pada konferensi pers di Doha, Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani mengatakan gencatan senjata akan berlaku pada hari Minggu.
Para negosiator bekerja sama dengan Israel dan Hamas untuk mengambil langkah-langkah dalam melaksanakan kesepakatan tersebut, katanya.
"Kesepakatan ini akan menghentikan pertempuran di Gaza, meningkatkan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan bagi warga sipil Palestina, dan menyatukan kembali para sandera dengan keluarga mereka setelah lebih dari 15 bulan ditawan," kata Presiden AS Joe Biden di Washington.
Baca Juga: Merasa Bersalah, Banyak Tentara Israel Mulai Enggan Bertempur di Gaza
Meskipun ada terobosan, namun menurut otoritas kesehatan setempat, penduduk mengatakan serangan udara Israel terus berlanjut pada Rabu malam di Gaza, tempat lebih dari 46.000 orang tewas dalam konflik tersebut.
Serangan di Kota Gaza dan Gaza utara menewaskan sedikitnya 32 orang, kata petugas medis.
Seorang pejabat Palestina yang dekat dengan perundingan tersebut mengatakan para mediator berusaha agar kedua belah pihak menghentikan permusuhan sebelum gencatan senjata dimulai pada hari Minggu.
Warga Palestina menanggapi berita tentang kesepakatan tersebut dengan merayakan di jalan-jalan Gaza, tempat mereka menghadapi kekurangan makanan, air, tempat tinggal, dan bahan bakar yang parah.
Di Khan Younis, kerumunan orang memadati jalan-jalan di tengah suara klakson saat mereka bersorak, melambaikan bendera Palestina, dan menari.
"Saya bahagia. Ya, saya menangis, tetapi itu adalah air mata kebahagiaan," kata Ghada, seorang ibu lima anak yang mengungsi.
Baca Juga: Musk Serukan Penanganan di Gaza seperti Jepang dan Jerman Pasca Perang Dunia II