Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - Situasi Gaza masih jauh dari kata aman hingga hari Rabu (8/5). Serangan brutal militer Israel masih berlanjut sejak Oktober 2023.
Pasukan Israel kini mulai bergerak ke Rafah, wilayah yang selama berbulan-bulan menjadi satu-satunya menjadi tempat aman bagi lebih dari 1 juta warga Palestina di Gaza.
Melansir Al Jazeera, Israel kini telah menyita dan menutup jalur penyeberangan Rafah. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pasokan makanan dan medis semakin terhambat.
Baca Juga: Pasukan Israel Rebut Perbatasan Rafah, Akses Bantuan Kemanusiaan ke Gaza Terhenti
Stok Bahan Bakar Menipis
Seorang pejabat senior PBB mengatakan, pasokan bahan bakar diesel yang diperlukan untuk menggerakkan pompa air minum, memelihara komunikasi dan memberikan bantuan kemanusiaan akan habis hari Rabu.
"PBB biasanya menggunakan 200.000 liter bahan bakar diesel sehari di Gaza. Hingga Selasa malam, PBB memiliki sisa 30.000 liter," kata Andrea De Domenico, kepala kantor bantuan kemanusiaan PBB di wilayah Palestina.
De Domenico menambahkan, daerah aman yang disediakan oleh Israel ternyata sebagian besar adalah bukit pasir dan tidak memiliki toilet, titik air, drainase, tempat berlindung atau fasilitas kesehatan.
"Pihak berwenang Israel juga tidak berada di lapangan untuk menyediakan layanan kemanusiaan. Tanpa bahan bakar dan lebih banyak tepung, 16 toko roti yang didukung oleh PBB di seluruh Gaza akan terpaksa menghentikan operasinya," lanjutnya.
Tanpa adanya pengiriman bahan bakar, fasilitas produksi air utama di Gaza utara akan ditutup. AP News melaporkan, penutupan yang sama akan terjadi di hari lain di bagian tengah dan selatan Gaza, yang berdampak pada 1,9 juta orang.
Baca Juga: Israel Tolak Syarat Gencatan Senjata Hamas
Serangan Israel di Rafah Dikecam Pemimpin Dunia
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, memperingatkan dampak dari serangan Israel ke Rafah akan berubah menjadi bencana yang berdampak pada kawasan.
"Tak terhitung lagi korban sipil. Dampaknya akan terasa lebih jauh lagi, di Tepi Barat yang diduduki, dan di seluruh wilayah," kata Guterres, dikutip Al Jazeera.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, menyayangkan sikap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang mengabaikan desakan komunitas internasional untuk tidak menyerang Rafah.
"Saya khawatir hal ini akan menimbulkan banyak korban lagi. Tidak ada zona aman di Gaza," kata Borrell.
Baca Juga: Amerika Dikabarkan Menahan Pengiriman Senjata ke Israel Selama 2 Minggu, Ada Apa?
Korban Tewas Perang Gaza
Hingga hari Selasa (7/5), jumlah warga Palestina yang meninggal dunia akibat serangan Israel telah mencapai 34.789.
Kementerian Kesehatan Palestina dan Bulan Sabit Merah Palestina mencatat, jumlah itu mencakup lebih dari 14.500 anak-anak. Lebih dari 8.000 orang juga masih dinyatakan hilang, diduga tertimbun reruntuhan bangunan.
Di saat yang sama, kekerasan yang dilakukan militer Israel terhadap warga Palestina juga meningkat di wilayah Tepi Barat.
Sejak perang dimulai Oktober 2023, sedikitnya 498 warga Palestina di Tepi Barat kehilangan nyawa, termasuk 124 anak-anak.