Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Pertumbuhan output industri China meningkat sedikit pada November 2024, tetapi penjualan ritel mengecewakan, memicu seruan agar Beijing meningkatkan stimulus yang berfokus pada konsumen.
Hal ini terjadi saat para pembuat kebijakan bersiap menghadapi ancaman tarif dagang baru dari pemerintahan kedua Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Data yang beragam ini menunjukkan betapa sulitnya bagi para pemimpin China untuk mendorong pemulihan ekonomi yang berkelanjutan menuju 2025.
Baca Juga: Industri 'Pakaian Erotis' China Tersudut Kebijakan Impor Trump yang Menghantui
Hubungan dagang dengan pasar ekspor terbesar China dapat memburuk, sementara konsumsi domestik tetap lemah.
Donald Trump, yang akan kembali menjabat sebagai Presiden AS, telah berjanji untuk menerapkan tarif lebih dari 60% pada barang-barang China.
Ancaman ini dapat mendorong Beijing untuk mempercepat rencana penyeimbangan kembali ekonomi senilai US$19 triliun dari model berbasis investasi aset tetap dan ekspor menjadi berbasis konsumsi, menurut para analis.
Output industri China pada November naik 5,4% dibandingkan tahun sebelumnya, sedikit lebih cepat dibandingkan kenaikan 5,3% di Oktober, menurut data Biro Statistik Nasional (NBS) pada Senin (16/12), melampaui ekspektasi kenaikan 5,3% dalam jajak pendapat Reuters.
Namun, penjualan ritel—barometer konsumsi—hanya tumbuh 3,0%, tingkat terlemah dalam tiga bulan terakhir, jauh lebih lambat dari kenaikan 4,8% pada Oktober. Para analis sebelumnya memperkirakan pertumbuhan 4,6%.
Baca Juga: Bitcoin Tembus US$106,000, Didorong Rencana Trump Cadangkan Kripto
"Kebijakan ekonomi China secara konsisten memprioritaskan produsen dibandingkan konsumen, meskipun ada tanda-tanda kelemahan yang berkepanjangan," kata Dan Wang, seorang ekonom independen berbasis di Shanghai.
"Akibatnya, kapasitas produksi bisa terus meningkat, yang berisiko memperburuk masalah kelebihan kapasitas dan memotivasi perusahaan China untuk mencari pasar di luar negeri."
Investasi aset tetap juga tumbuh lebih lambat, hanya naik 3,3% dalam periode Januari-November dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, dibandingkan ekspektasi kenaikan 3,4%.
Baca Juga: Sri Mulyani Antisipasi Dampak Kebijakan Trump terhadap Ekonomi Indonesia
Pemerintah Prioritaskan Konsumsi
Ketakutan terkait lemahnya penjualan ritel mungkin berlebihan karena banyak transaksi dari festival belanja "Double 11" pada November dipindahkan ke Oktober, kata Xu Tianchen, ekonom senior di Economist Intelligence Unit.
Xu menambahkan bahwa jika data Oktober dan November dirata-rata, pertumbuhan mencapai sekitar 3,9%, lebih tinggi dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
Namun, permintaan konsumen masih sangat bergantung pada subsidi pemerintah, yang menyumbang sekitar 1,5-2 poin persentase terhadap penjualan ritel bulanan.
Saham blue chip China turun 0,37% pada awal siang dan Indeks Hang Seng Hong Kong melemah 0,57%.
Baca Juga: China Akan Pangkas Bunga Tahun Depan
Para pembuat kebijakan mulai memaparkan rencana untuk 2025 dalam beberapa pekan terakhir. Mereka menyadari bahwa kembalinya Trump ke Gedung Putih akan memberi tekanan besar pada ekonomi yang sudah melemah.
Seorang pejabat bank sentral China akhir pekan lalu mengatakan bahwa ada ruang untuk memangkas rasio cadangan wajib bank lebih lanjut.
Namun, data kredit pekan lalu menunjukkan bahwa pelonggaran sebelumnya berdampak kecil dalam mendorong pinjaman.
Krisis properti yang telah berlangsung bertahun-tahun terus membebani kepercayaan konsumen. Sekitar 70% tabungan rumah tangga China saat ini terparkir di sektor real estat.
Sementara ada tanda-tanda positif di harga rumah baru yang turun pada laju paling lambat dalam 17 bulan pada November, analis mengatakan masih terlalu dini untuk menyebut ini sebagai pemulihan.
Stabilisasi sektor properti, yang pada puncaknya menyumbang 25% dari ekonomi, akan menjadi kunci bagi Beijing untuk mencapai target pertumbuhan sekitar 5% tahun depan, sebagaimana direkomendasikan oleh para penasihat kebijakan.
Baca Juga: Penjualan Makin Laris, Cek Harga Mobil BYD Atto, Dolphin & M6 Desember 2024
Dalam Konferensi Kerja Ekonomi Pusat (CEWC) pekan lalu, para pemimpin China berjanji untuk meningkatkan defisit anggaran, menerbitkan lebih banyak utang, dan menjadikan peningkatan konsumsi sebagai prioritas utama.
“Kami memperkirakan perlambatan pada November hanya bersifat sementara, dengan pertumbuhan kemungkinan akan meningkat kembali dalam beberapa bulan mendatang seiring stimulus kebijakan terus ditingkatkan,” kata Julian Evans-Pritchard, kepala ekonom China di Capital Economics.
Namun, ia memperingatkan bahwa stimulus mungkin hanya memberikan perbaikan sementara, terutama karena permintaan ekspor saat ini tidak mungkin bertahan jika Trump mulai memberlakukan ancaman tarifnya.