Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Luar Negeri Korea Selatan, Cho Hyun, pada Jumat (19/9) menegaskan bahwa pemerintah akan mengupayakan solusi atas masalah visa pekerja Korea di Amerika Serikat sebelum melanjutkan paket investasi besar senilai US$350 miliar (sekitar Rp5.800 triliun) yang menjadi bagian dari kesepakatan perdagangan bilateral.
Pernyataan ini muncul setelah razia imigrasi di sebuah pabrik baterai Hyundai Motor di negara bagian Georgia berujung pada penangkapan ratusan pekerja asal Korea Selatan. Sebagian besar dari mereka telah dipulangkan ke Seoul pekan lalu, namun kasus tersebut menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan dunia usaha.
Dorongan untuk Visa Baru Pekerja Terampil
Perusahaan-perusahaan Korea Selatan mendesak pemerintah agar bernegosiasi dengan Washington untuk menciptakan kategori visa baru. Tujuannya adalah mempermudah pekerja terampil asal Korea membantu pembangunan pabrik baru sekaligus melatih tenaga kerja lokal AS.
Baca Juga: Utusan Korea Selatan Kunjungi AS untuk Melanjutkan Perundingan Dagang
Kendati demikian, Menlu Cho menegaskan bahwa kebijakan visa bukanlah “prasyarat mutlak” bagi realisasi investasi besar tersebut di sektor-sektor strategis AS.
Harapan Kehadiran Xi Jinping di KTT APEC Seoul
Dalam kesempatan yang sama, Cho Hyun juga mengungkapkan bahwa Presiden Tiongkok Xi Jinping diperkirakan akan menghadiri KTT Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) yang akan digelar di Seoul pada akhir Oktober mendatang.
Baca Juga: Skandal Pekerja Baterai Hyundai LG di AS: Ditahan & Dipulangkan
Cho baru saja kembali dari Beijing setelah bertemu dengan Menlu Tiongkok, Wang Yi, di mana ia menyampaikan kesiapan Korea Selatan untuk membahas kerja sama budaya dalam forum APEC.
Isu Budaya dan Bayang-Bayang THAAD
Hubungan budaya antara kedua negara masih dibatasi akibat kebijakan Beijing yang hampir satu dekade menahan impor konten hiburan Korea, termasuk K-pop. Langkah tersebut merupakan bentuk protes terhadap pemasangan sistem pertahanan rudal AS THAAD (Terminal High Altitude Area Defense) di Korea Selatan.
Tiongkok menilai radar canggih dalam sistem THAAD dapat mengintai wilayah udaranya, sehingga memicu ketegangan diplomatik yang berkepanjangan.