Sumber: Inc. | Editor: Noverius Laoli
Banyak pemimpin gagal karena terlalu memihak. Ada yang hanya duduk di kursi pelanggan, mengejar pertumbuhan dan kepuasan konsumen, tetapi mengabaikan kesejahteraan tim.
Sebaliknya, ada juga yang hanya memprioritaskan tim internal dan enggan membuat keputusan sulit demi keberlangsungan bisnis.
Tantangan sesungguhnya adalah memimpin dari tengah, menjaga keseimbangan antara kedua kursi tersebut, dan membangun budaya organisasi yang menghormati keduanya.
Baca Juga: Siap-siap! Starbucks Akan Pangkas 30% Menu untuk Sederhanakan Layanan
Inilah yang membuat filosofi Schultz relevan dan kuat: setiap keputusan harus dua arah.
“Pandang ini secara personal,” ujar Schultz. “Pahami tanggung jawab Anda kepada setiap pelanggan dan mitra. Itulah cara kita menang.”
Strategi "Kembali ke Starbucks"
Brian Niccol, yang menjadi CEO kurang dari setahun lalu, telah meluncurkan strategi “Kembali ke Starbucks” dengan fokus pada tiga hal: kopi berkualitas tinggi, layanan pelanggan yang unggul, dan toko sebagai "tempat ketiga" ruang sosial antara rumah dan kantor.
Strategi ini menempatkan kepuasan pelanggan dan pemberdayaan mitra sebagai fondasi utama.
Schultz bahkan mengaku sangat terkesan, sampai merasa “berputar-putar di ruang tamunya” saat membacanya pertama kali. Bagi Schultz, ini adalah sinyal bahwa perusahaan kembali memahami pentingnya memimpin dari tengah.
Baca Juga: Penjualan Starbucks Diperkirakan Turun Lagi, Investor Menanti Pemulihan
Pelajaran dari “Aturan Dua Kursi” sangat relevan, tak hanya di dunia bisnis, tapi juga dalam kehidupan sehari-hari.
Entah Anda memimpin perusahaan, tim kecil, atau keluarga, prinsip ini bisa menjadi alat sederhana untuk menghindari bias dan menjaga keseimbangan.
Kepemimpinan terbaik muncul bukan ketika memilih pihak, tetapi ketika mampu berada di antara dua kepentingan dan memimpin dari titik tengah.