Sumber: Inc. | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - Dalam sebuah acara yang melibatkan 14.000 pemimpin Starbucks di Sphere, Las Vegas, CEO saat ini Brian Niccol berdiskusi dengan mantan CEO Howard Schultz mengenai prinsip kepemimpinan yang mereka anut.
Percakapan mereka bukan tentang kopi, jumlah gerai, atau keuntungan, melainkan tentang kepemimpinan, khususnya filosofi sederhana namun mendalam yang disebut Two Chairs Rule atau Aturan Dua Kursi.
Howard Schultz menjelaskan bahwa setiap keputusan di Starbucks seharusnya dibuat seolah-olah ada dua kursi metaforis yang hadir di ruang rapat: satu mewakili mitra (karyawan), dan satu lagi mewakili pelanggan.
Baca Juga: Starbucks Hadapi Ancaman Baru dari Pesaing Asal China, Namanya Luckin Coffee
“Setiap keputusan yang kami buat harus menjawab pertanyaan: Apakah keputusan ini akan melampaui harapan mitra dan pelanggan kami dan membuat mereka bangga? Jika jawabannya tidak, maka keputusan itu tidak boleh diambil,” kata Schultz.
Schultz menekankan bahwa "Aturan Dua Kursi" bukan sekadar prinsip internal Starbucks, tetapi filosofi kepemimpinan universal.
Kepemimpinan sejati, menurutnya, bukan tentang menyederhanakan keputusan, melainkan memperjelas tujuan kepemimpinan: menciptakan pengaruh yang berakar pada hubungan antarmanusia.
Di Starbucks, “mitra” mencakup semua karyawan, mulai dari barista hingga manajer toko. Sementara itu, “pelanggan” adalah pihak yang dilayani setiap hari. Keberhasilan perusahaan hanya mungkin tercapai jika kedua kursi tersebut diperlakukan setara.
Dalam konteks bisnis lain, dua kursi ini bisa berarti karyawan dan klien, audiens dan tim kreatif, atau komunitas dan investor.
Baca Juga: Starbucks Indonesia Angkat Bicara Soal Larangan Pakai Fasilitas Tanpa Beli
Prinsipnya tetap: keputusan yang menguntungkan satu pihak dengan mengorbankan pihak lain adalah keputusan yang keliru.
Kesalahan Umum Pemimpin
Banyak pemimpin gagal karena terlalu memihak. Ada yang hanya duduk di kursi pelanggan, mengejar pertumbuhan dan kepuasan konsumen, tetapi mengabaikan kesejahteraan tim.
Sebaliknya, ada juga yang hanya memprioritaskan tim internal dan enggan membuat keputusan sulit demi keberlangsungan bisnis.
Tantangan sesungguhnya adalah memimpin dari tengah, menjaga keseimbangan antara kedua kursi tersebut, dan membangun budaya organisasi yang menghormati keduanya.
Baca Juga: Siap-siap! Starbucks Akan Pangkas 30% Menu untuk Sederhanakan Layanan
Inilah yang membuat filosofi Schultz relevan dan kuat: setiap keputusan harus dua arah.
“Pandang ini secara personal,” ujar Schultz. “Pahami tanggung jawab Anda kepada setiap pelanggan dan mitra. Itulah cara kita menang.”
Strategi "Kembali ke Starbucks"
Brian Niccol, yang menjadi CEO kurang dari setahun lalu, telah meluncurkan strategi “Kembali ke Starbucks” dengan fokus pada tiga hal: kopi berkualitas tinggi, layanan pelanggan yang unggul, dan toko sebagai "tempat ketiga" ruang sosial antara rumah dan kantor.
Strategi ini menempatkan kepuasan pelanggan dan pemberdayaan mitra sebagai fondasi utama.
Schultz bahkan mengaku sangat terkesan, sampai merasa “berputar-putar di ruang tamunya” saat membacanya pertama kali. Bagi Schultz, ini adalah sinyal bahwa perusahaan kembali memahami pentingnya memimpin dari tengah.
Baca Juga: Penjualan Starbucks Diperkirakan Turun Lagi, Investor Menanti Pemulihan
Pelajaran dari “Aturan Dua Kursi” sangat relevan, tak hanya di dunia bisnis, tapi juga dalam kehidupan sehari-hari.
Entah Anda memimpin perusahaan, tim kecil, atau keluarga, prinsip ini bisa menjadi alat sederhana untuk menghindari bias dan menjaga keseimbangan.
Kepemimpinan terbaik muncul bukan ketika memilih pihak, tetapi ketika mampu berada di antara dua kepentingan dan memimpin dari titik tengah.