Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Lee Sung-joon, juru bicara Kepala Staf Gabungan Korea Selatan, mengatakan komentar Kim menandai peningkatan ancaman verbal dari Korea Utara.
Lee mengklaim bahwa Korea Selatan melakukan siaran di lokasi di mana tentara terlindungi dengan baik dan siap untuk merespons dengan cepat jika diserang.
“Kami tidak berpikir mereka bisa memprovokasi kami dengan mudah,” katanya pada sebuah pengarahan pada hari Senin.
Para pakar strategis mengatakan kegagalan Korea Utara dalam memahami demokrasi berarti “perang balon” bisa menjadi tidak terkendali.
“Seoul tidak menginginkan ketegangan militer di perbatasan antar-Korea dan Pyongyang tidak ingin informasi dari luar mengancam legitimasi rezim Kim,” kata Leif-Eric Easley, profesor di Universitas Ewha, Seoul.
Easley menambahkan, bagi kedua belah pihak, meningkatnya ketegangan adalah proposisi yang berisiko.
"Korea Utara mungkin sudah salah perhitungan, karena demokrasi Korea Selatan tidak bisa begitu saja menghentikan peluncuran balon LSM seperti yang diharapkan oleh otokrasi,” paparnya.
Baca Juga: Balas Dendam Atas Balon Sampah, Korsel Bakal Ramaikan Korut dengan Musik K-pop
Easley mengatakan pemerintah Korea Selatan sebelumnya telah mengubah undang-undang yang melarang warganya menerbangkan balon ke Korea Utara.
“Pada masa pemerintahan konservatif saat ini, pembatasan tersebut dianggap inkonstitusional. Jadi kebebasan LSM Korea Selatan untuk meluncurkan selebaran anti-rezim Kim belum diselesaikan secara hukum oleh Majelis Nasional dan pengadilan,” katanya kepada The Independent.
Para ahli juga berpendapat bahwa kampanye balon Korea Utara bertujuan untuk menciptakan perselisihan di Korea Selatan, khususnya mengenai sikap keras pemerintah konservatif terhadap Pyongyang.
“Peluncuran balon bukanlah tindakan yang lemah sama sekali. Ini seperti Korea Utara yang mengirimkan pesan bahwa di lain waktu, mereka dapat mengirim balon yang membawa bubuk senjata biologi dan kimia,” kata Kim Tae-woo, mantan presiden Institut Unifikasi Nasional Korea Selatan, kepada Associated Press.