kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Perang mata uang, patutkah investor cemas?


Jumat, 09 Agustus 2019 / 06:33 WIB
Perang mata uang, patutkah investor cemas?


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Presiden AS Donald Trump menunjuk hidung The Federal Reserve sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas "kokohnya dollar AS" dengan menahan suku bunga acuan di level tinggi. 

Mengutip BBC, dalam cuitannya di Twitter, sang presiden menegaskan dirinya tidak 'senang; dengan hasil tersebut. 

Menurutnya, penguatan dollar akan menyebabkan manufaktur besar AS sulit bersaing di kancah internasional. 

Baca Juga: Yuan bergerak flat terhadap rupiah di dekat rekor penguatan 2.019,70

Pernyataan Trump ini diungkapkan bersamaan dengan kecemasan para ekonom bahwa perang mata uang dapat dipicu oleh langkah China yang membiarkan yuan melemah ke level terendahnya dalam 11 tahun terakhir. 

Pasar saham di seluruh dunia langsung guncang dan harga emas meroket ke level tertingginya dalam enam tahun terakhir pada Senin (5/8) lalu. 

Hal ini dinilai sebagai langkah balasan China atas eskalasi perang dagang dengan AS yang kian memanas. 

Dengan adanya tudingan AS bahwa China merupakan manipulator mata uang, pelaku pasar mencoba memetakan langkah apa yang harus dilakukan ke depan. 

Baca Juga: Menyikapi perang mata uang, analis ini sarankan investor untuk defensif

Sebenarnya, apakah perang mata uang? Perang mata uang merujuk pada kebijakan  sebuah negara untuk mengatur harga mata uang mereka agar sesuai dengan kebijakan ekonominya. 

Sejumlah negara memperlemah nilai mata uang mereka dengan tujuan agar barang-barang ekspor bisa lebih kompetitif, sehingga dapat mendongkrak perekonomian domestik mereka.

Pada kasus China, pemerintah sebelumnya sudah mencegah pelemahan mata uang dengan membeli yuan dengan jumlah besar. Namun, kebijakan itu sepertinya berubah haluan pada apekan ini, saat China seperti mengabaikan pendekatan tersebut. 

Ini bukanlah perseteruan pertama terkait mata uang yang terjadi. AS, misalnya, secara formal pernah menyebut China sebagai manipulator mata uang pada 1994 silam. 

Kemudian, pada 2010, menteri keuangan Brazil Guido Mantega, mengingatkan akan terjadinya perang mata uang internasional saat Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan mencoba memangkas nilai mata uang mereka masing-masing. 

Baca Juga: Setelah melemah empat hari, rupiah mulai konsolidasi

Apakah saat ini sudah terjadi perang mata uang? Sejumlah ekonom berpendapat, perang mata uang yang sebenarnya belum terjadi. Sebab, baik China atau AS masih secara formal masuk ke pasar untuk membeli atau menjual mata uangnya sendiri. Ini merupakan metode tradisional dalam menggerakkan mata uang. 

Namun, Chris Turner, global head of strategy Dutch Bank ING mengatakan, pada 2015-2016, pemerintah China menggelontorkan dana US$ 1 triliun untuk menghentikan pelemahan yuan terhadap dollar AS agar tak melampaui level 7. 

Jika sebuah negara membeli mata uangnya sendiri dengan jumlah besar, hal itu akan berdamoat pada menguatnya mata uang di pasar uang internasional. 

Pada pekan ini, hal itu tidak dilakukan. 

"Ini cukup signifikan karena terjadi di tengah perang dagang antara AS dan China," kata Turner. 

Apa yang menyebabkan perang mata uang? Para ekonom melihat, keputusan untuk melemahkan yuan sebagai senjata dalam perang dagang antara AS dan China. 

Hal ini dilakukan setelah Donald Trump berjanji akan menaikkan tarif sebesar 10% terhadap barang-barang China senilai US$ 300 miliar. 

People's Bank of China sepertinya langsung mengambil langkah yang berkaitan dengan tarif tersebut. Mereka menyalahkan adanya kebijakan proteksi perdagangan dan pengenaan kenaikan tarif terhadap China. 

Baca Juga: Dulu jadi penyebab krisis Asia, baht kini diburu investor

Perang dagang sepertinya berdampak pada perdagangan China, meskipun data pada pekan ini menunjukkan tingkat ekspor mereka mulai meningkat lagi pada Juli. 

Jadi apa yang terjadi selanjutnya? Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin sekarang akan bekerja sama dengan Badan Moneter Internasional (IMF) dengan maksud untuk "menghilangkan" apa yang digambarkan AS sebagai "keunggulan kompetitif tidak adil yang diciptakan oleh tindakan terbaru China".

Greene menunjukkan bahwa IMF sebelumnya mengatakan China tidak memanipulasi mata uangnya dan memperingatkan hal itu bisa menjadi "jalan buntu".

Kondisi ini membuat para ekonom mempertanyakan apa lagi yang bisa dilakukan AS, sementara tweet presiden menyebabkan sebagian orang memprediksi bahwa AS bisa mulai melakukan intervensi secara langsung.

Baca Juga: Hong Kong menghadapi krisis terburuk sejak kembali ke China

John Normand, head of asset fundamental strategy JP Morgan, menilai saat ini perang mata uang belum terjadi, karena pergerakan mata uang China pada minggu ini "didorong sektor swasta" seiring dilakukannya dana asing oleh investor.

"Sebelum Trump, orang akan menganggap perang mata uang tidak akan terjadi. Presiden AS mengabaikan semua konvensi," jelasnya.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×